SELAMAT DATANG DI MY BLOG

SEMOGA APA YANG TERDAPAT DI DALAM BLOG INI DAPAT BERMANFAAT BAGI SIAPAPUN YANG MEMBUTUHKANNYA DAN DIAMALKAN SEBAGAIMANA MESTINYA.

Senin, 22 Maret 2010

FIQH IBADAH

FIQIH IBADAH


PERADILAN 1

F 2

07.30 – 09.10


DRS. MUNIR SALIM M.H




ABDUL HALM TALLI, SAg . MAg

150 282 232

AMIR SYAM MARSUKI

101 001 08 007



UIN ALAUDDIN

2008/2009

IBADAH

A. Pengertian Ibadah.
Ibadah menurut bahasa adalah: taat, patuh, menurut atau mengikut (bukankah Allah telah memerintahkan wahai bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaithan, sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kamu). (sesungguhnya orang – orang yang menyombongkan diri maka masuk keneraka jahannam).

B.Ruang Lingkup Bahasa dan Sistematisnya.
Ibadah adalah penyembahan seorang hamba kepada Tuhan yang dilakukan diri dengan serendah – rendahnya dengan hati yang ikhlas menurut cara – cara yang telah ditentukan oleh agama. Sebagaimana yang terdapat dalam Surah Annisa’ ayat 36 :
(Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang Ibu Bapak, karib-kerabat, anak – anak yatim, orang – orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang – orang yang sombong dan membangga – banggakan diri).
Dan juga terdapat dalam Surah Azzariat ayat 56 :
(dan Aku tidak meciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah kepadaku).
Surah Al-Baqarah ayat 21 :
(Hai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang – orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa).
Semua hukum – hukum yang dipetik dari Al-Qur’an dan Sunnah melalui pemahaman dan ijtihad (Istimbat hukum) yang sempurna yang menyangkut hubungan mukallaf.
Termasuk lagi didalamnya Ibadah itu adalah segala bentuk hukum yang disyariatkan. Para serjana hukum Islam membahas ibadah murni yang menyangkut hamba dengan Tuhan. Aturan – aturan khusus yang isinya ibadah misalnya bersuci, shalat, zakat, puasa, dan haji.
Aturan yang menjadi syariat dalam Islam mengandung peranan dan tingkat kedudukan apakah itu unsur perintah atau larangan dalam Islam yang wajib dipatuhi oleh orang Islam.

C. Hakikat dan Hikmah Ibadah.
HAKIKAT IBADAH.
Hakikat adalah yang sesungguhnya, inti, pokok, atau yang dasar.
Hakikat adalah segala sesuatu yang dilaksanakan sesuai denagn pokok dasar inti, sesungguhnya itulah yang disebut dengan hakikat.
Hakikat ibadah adalah segala sesuatu perbuatan atau tindakan atau perilaku bagi orang Islam yang dilaksanakan dengan penuh atau sesungghnya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT. Pada hakikatnya ibadah itu adalah ketaatan untuk melaksanakan perintah atau larangan yang menjadi kewajiban orang isalam untuk memenuhi kewajiban tersebut dalam rangka penyempurnaan akhlakul karimah. Oleh karena itu setiap perintah atau larangan yang kita kerlakan harus dilandasi dengan islam, iman, ichsan (jati diri).
Apabila kita laksanakan suatu perintah dengan berdasar pada tiga kriteria tersebut maka kita akan memenuhi jti diri sebenanya. Dengan demikian penilaian terhadap seseorang tergantung pada tiga ciri tersebut seperti yang terdapat pada kalimat – kalimat syahadat, tauhid, maupun syahadat Rasulullah SAW.
Bahwa apabila seseorang telah bersaksi kepada Tuhannya dan meyakini tiada Tuhan selain Allah maka itu akan selalu mendorong untuk mngerjakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya serta akan menjaga perintah Rasulullah SAW. Seperti yang terdapat pada Surah Al-Baqarah ayat 5 :
(dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali menyambah Allah demi memurnikan kepadanya).

Hikmah Ibadah.
Hikmah disyariatkannya ibadah terulang pada manusia yang melaksanakannya karena keTuhanan Allah SWT tidak akan terpengaruh oleh makhluknya sekalipun semua makhluk pada ingkar dan berdosa tidak akan mengurangi sedikitpun kekuasaan Allah SWT.
Sudah menjadi ketentuan dalam kehendak Tuhan bahwa tiap – tiap makhluk ciptaan Tuhan yang bernyawa selalu dibekali potensi berupa baik dan jahat, akal dan pikiran, dan menjadi senjata yang ampuh untuk digunakan dalam kehidupan bermasyarakat maupun menjalankan perintah atau larangan Allah SWT. Termasuk kewajiban beribadah kepada Allah SWT adalah untuk kepentingan manusia itu sendiri baik ibadah khusus maupun umum. Karena itu gunakanlah akal pikiran sebaga karunia Allah untuk dipergunakan sebagaimana mestinya yaitu menyembah Allah SWT.
Agar ibadah dapat diterima Allah SWT hendak dengan cara sebagai barikut :
a) Niat (memperbaiki niat, merendahkan dri tunduk dan taat dalam perintah hanya karena Allah semata).
Ikhlas (hendaklah ibadah itu bukan mengharapkan imabalan dari Allah SWT tetapi kerjakan karena perintahnya).
b) Meninggalkan Riya’ (melakukan ibadah karena malu pada sesame manusia atau kaena mau dilihat oleh orang lain).
c) Bermuraqabah (yakni bahwa Tuhan melihat dan Tuhan selalu ada di samping kita sehingga kita selalu melakukan ibadah).
d)Jangan keluar dari wkatu (melaksanakan ibadah dalam waktu yang tertentu dan sedapat mungkin dikerjakan pada awal waktu).

D. Hubungan Ibadah dengan Iman.

E. Macam – Macam Ibadah.
a. Ibadah Khasanah.
Ibadah khasanah adalah ibadah yang telah ditentukan ketentuannya oleh agama seperti shalat, puasa, dan zakat.
b. Ibadah Umum.
Ibadah umum adalah semua ibadah yang dilakukan dengan niat yang baik dan hanya semata – mata karena Allah seperti maka, minum, dll, yang dilakukan demi kesehatan jasmani dan rohani.

# Dari segi berkaitan dengan pelaksanaanya.
- Ibadah jasmani dan rohaniah.
- Ibadah ruhiyah dan harta.
- Ibadah jasmani, ruhiyah, dan harta. Contohnya zakat.
# Dilihat dari kepentingan perorangan atau masyarakat.
- Ibadah fardhu.
- Ibadah ijtimaih (zakat dan haji).
# Dilihat dari segi bentuk dan sifatnya.
- Ibadah berupa perkataan / ucapan lidah. Misalnya berdo’a dan berzikir.
- Ibadah yang berupa pekerjaan tertentu bentuknya meliput shalat, zakat, haji.
- Ibadah yang tidak tertentu bentuknya (beramal).
- Ibadah yang berupa menahan diri, ihram, puasa, ijtihad.
# Dilihat dari batas pelaksanaanya.
- Ibadah muaqqad yaitu yang dikaitkan dengan syarat dengan waktu tertentu dan batas – batasnya seperti shalat, puas.
- Gairuh muaqqad yaitu ibadah yang tidak dikaitkan oleh waktu dan syarat misalnya infaq dan sedeqah.
# Dilihat dari segi batas- batasnya.
- Ibadah muaddat yaitu ibadah yang dibatasi kadarnya oleh syarat. (Shalat dan Zakat).
- Ibadah gairuh muaddat yaitu ibadah yang tidak dibatasi kadarnya oleh syarat mengeluarkan harta dijalan Allah.

NIAT
A. Pengertian Niat.
Niat adalah cetusan hati untuk melaukan sesuatu perbuatan bergandengan dengan awal perbuatan. Semua perbuatan tidak sah atau tidak diterima kecuali disertai dengan niat.
B. Macam – macam Niat.
• Niat merndahkan diri yaitu niat yang menyatakan kerendahan dan ketundukan.
• Niat taat adalah melakukan ibadah dengan maksud memperoleh pahala.
• Niat qurban adalah melakukan ibadah dengan maksud memperoleh pahala.

THAHARA DAN BERSUCI
A. Thaharah atau Bersuci.
Pengertian thaharah dan pembagiannya.
Menurut bahasa atau logawi thaharah adalah bersih. Sedangkan menurut istilah bersih dari hadas dan najis yang telah ditentukan dengan syarah atau menghilangkan najis dengan berwudhu, mandi dan tayammum.
Oleh Syekh Ibrahim Al-Bajuri.
Thaharah ialah pekerjaan yang memperbolehkan shalat seperti mandi, wudhu dan tayammum.
Dan defenisi diatas menunjukkan bahwa thaharah itu adakalanya mengandung hakikat yang sebenarnya seperti bersuci degan air atau menurut hukum bersuci dengan thaharah ketika bertayaumum.
Dalam fikhi Islam pebahasan mengenai thaharah mencakup dua pokok bahasan yang bersuci dari najis dan bersuci dari hadas.
Pada dasarnya agama Islam mengajarkan kebersihan, sebagai realisasi dari pelaksanaan kebersihan. Karena Islam adalah agama yang mementingkan kebersihan, seperti yang tertera dalam Q.S Al-Baqarah ayat 222.
(Mereka bertanya kepadamu tentang haidh maka katakanlah haidh itu adalah kotoran. Oleh karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita yang haidh, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang beertaubat dan menyukai orang – orang yang mensucikan diri).

B. Pembagian Thaharah.
Pada garis besarnya dibedakan menjadi dua bentuk :
a. Bersuci Bathin.
Membersihkan diri dari dosa dan maksiat yang dimaksudkan dengan cara bertaubat dengan sungguh – sungguh dari segala dosa maksiat, kemusyrika, keraguan dll.
b. Bersuci Lahir.
Membersihkan dirir dari hadas dan najis, baik hadas kecil maupun hadas besar.

C. Macam – macam Alat Bersuci dari Hadas dan Najis.
Pada prinsipnya alat bersuci itu adalah air, namun air dalam kedudukannya sebagai alat bersuci dibedakan dalam beberapa macam.
o Air mutlak.
• Air hujan.
• Air yang makruh penggunaannya.

D. Cara bersuci dari hadas.
o Apabila orang yang didalam keadaan hadas kecil harus mensucikan diri dengan wudhu atau tayammum sebelum shalat.
o Apabila hadas besar maka diwajibkan untuk mandi.

E. Cara Bersuci dari Najis.
Untuk bersuci dari najis maka perlu ditinjau dari najis yang akan dibersihkan.
 Najis muhaffafah yaitu najis yang ringan berupa kencing anak laki – laki yang masih kecil atau bayi yang belum makan selain air susu Ibu.
 Najis muthawassithah yaitu segala sesuatu yang keluar dari dubul dan dubur, kecuali mani juga kotoran binatang dan bangkai selain bangkai manusia, belalang dan ikan.
 Najis mugallazah yaitu najis anjing dan babi.

F. Hikmah Bersuci.
 Pada umumnya benda – benda najis baik dari dalam maupun dari luar tubuh manusia banyak mengandung bibit penyakit yang dapat membawa mudarat bagi manusia, dengan bersuci berarti telah mencegah penyakit.
 Dengan melakukan syaiat bersuci berarti menambah keyakinan diri sendiri.
 Dengan melaksanakan syariat bersuci dengan berisi ketentuan dan adap dengan penuh kesadaran dan kedisiplinan akan memprtinggi harkat manusia.
 Sebagai hamba Allah SWT kita harus mengabdi kepaada-Nya, dan salah satu syarat sahnya ibadah adalah bersuci.

WUDHU, MANDI DAN TAYAMMUM

WUDHU.
A. Pengertian Wudhu.
Wudhu menurut bahasa adalah bersih dan suci. Sedangkan menurut istilah membasuh anggota badan tertentu setiap ingin malakukan ibadah terutama shalat dan ibadah - ibadah lainnya.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Maidah ayat 6 (Hai orang – orang yang beriman apabila hendak kamu melaksanakan shalat, basulah mukamu, dan tangnmu sampai siku, kepalamu dan kaki sampai mata kakimu).

B. Syarat, Rukun dan Sunnah Wudhu.
Syarat Wudhu.
• Islam.
• Tamyis (Orang yang dapat membedakan antar yang baik dan yang buruk).
• Dilakukan dengan air yang suci dan mensucikan.
• Tidak ada yang menghalangi sampai air ke anggota tubuh.

Rukun Wudhu.
• Niat.
• Membasuh muka dari tempat tumbuhnya rambut sampai dagu dan antara kedua telinga.
• Membasuh kedua tangan sampai siku.
• Mengusap sebagin kepala.
• Membasuh kaki sampai mata kaki.
• Tertib berurutan cara mengerjakannya.

Sunnah Wudhu.
• Membaca basmalah.
• Mencuci kedua telapak tangan.
• Membasuh seluruh kepala.
• Mengusap kedua telinga dari dalam dan luar.
• Mendahulukan kanan dari kiri.
• Menyela jari tngan dan kaki.
• Membasuh tiap anggota tubuh tiga kali.
• Menyela – nyela dengan air janggutnya.
• Membasuh anggota tubuh melebihi dari fardhunya.
• Tidak berselang lama waktunya dengan mengerjakan anggota tubuh dengan lainnya.
• Tidak bicara sewaktu wudhu.
• Berdo’a setelah wudhu.

C. Hal – hal yang Membatalkan Wudhu.
• Berhadas.
• Keluar angin.
• Keluarnya kotoran dari dubul dan dubur.
• Hilang akal.

MANDI
A. Pengertian Mandi.
Dalam syariat Islam dianjurkan mandi setelah melaksanakan sesuatu hal tertentu. Seperti halnya bila badan kena najis. Dan juga diwajibkan mandi seperti menghilangkan hadas besar dan kotoran untuk mensucikan badan sebelum melaksanakan ibadah kepada Allah SWT selain itu juga disyariatkan mandi sekali seminggu apabila hendak melaksankan shalat jum’at.

B. Syarat dan rukun mandi.
a. Membasuh tangan.
b. Membersihkan najis pada tangan.
c. Menyiram rambut sambil menyilaminya dengan tangan.

C. Fardhu Mandi.
a. Niat (Dengan sengaja untuk menghilangkan hadas besar) yang dilakukan dengan membasuh anggota pertama, kalaupun niat dilakukan setelah mambasuh anggota pertama maka wajib diulangi. Adapun niat mandi besar. Apabila mandi karena haid atau nifas atau yang lainnya maka disesuaikan dengan penyebabnya.
b. Menghilangkan najis yang ada pada badan.
c. Meratakan penyiramn air pada rambut dan kulit. (Dibawah tiap – tiap rambut terdapat janabat maka cucilah rambut itu dan bersihkanlah).

D. Sunnat Mandi.
a. Membaca basmalah.
b. Beristinja.
c. Berwudhu sebelum mandi.
d. Membasuh anggota tubuh tiga kali.
e. Membasuh secara terus menerus tidak terpisahkan.

E. Sebab – sebab mandi wajib.
a. Bersenggama baik keluar mani atau tidak.
b. Keluar mani baik sengaja karena syahwat maupun tidak sengaja karena mimpi.
c. Meninggal kecuali yang mati syahid.
d. Haid darah yang keluar, yang keluar dari rahim dalam keadaan sehat.
e. Melahirkan.
f. Nifas, darah yang keluar setelah melahirkan.

F. Mandi Sunnat.
a. Mandi jum’at.
b. Mandi kedua hari raya.
c. Mandi kerena sholat gerhana.
d. Mandi setelah memandikan mayat.
e. Mandi bagi orang masuk Islam.
f. Mandi bagi orang yang baru sembuh dari penyakit gila.
g. Mandi bagi orang yang akan berihram.
h. Mandi ketika akan wukuf di Arafah.
i. Mandi ketika akan masuk ke kota Mekkah.
j. Mandi ketika akan tawaf baik Qudhu,wadha dan Iradah.

TAYAMMUM.
A.Pengertian Tayammum.
Menurut bahasa adalah munuju, manyengaja. Sedangkan menurut istilah adalah menyengja mengunakan tanah untuk mngusap muka dan kedua tangan sampai siku dengan sayarat –syarat tertentu.
Tayammum sebagai penggati wudhu dan mandi merupakan keringanan alam rukhsah dari Allah SWT agar manusia tetap melaksanakan shalat dan ibadah yang harus dilaksaaan dangan tayammm bila sulit memakai air, sebagaimana firman Allah surah Annisa ayat 43 (Dan jika kamu sakit dari perjalan atau datang dari tempat buang air atau telah menyentuh perempuan dan tidak mendapatkan air maka bertayammumlah dengan tanah yang suci sapulah mukamu dan tanganmu, sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun).
Kemudian sabda Rasulullah SAW (seluruh bumi dijadikan bagimu dan bagi ummatku sebagai mesjid dan alat bersuci dan dimana shalat itu memenuhi salah seorang diantara ummatku disisinya terdapat alat untuk bersuci).

B. Syarat dan Rukun Tayammm.
1. Syarat Tayammum.
1. Adanya unsur sebab bepergian atau sakit.
2. Sudah masuk waktu shalat.
3. Sudah berusaha cari air pada saaat masuk waktu shalat.
4. Meghilangkan najis yang mungkin terlihat pada tubuh saat mau melaksanakan tayammum.
5. Adanya halangan untuk menggunakan air.
6. Memakai debu atau tanah yang suci.

2. Rukun Tayammum.
1. Niat.
2. Mengusap Muka dengan debu dua kali.
3. Mengusap kedua tangan sampai siku.
4. Tertib.

C. Sunnah Tayammum.
a. Membaca basmalah.
b. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri.
c. Menipiskan debu.
d. Dilakukan secara beratur.
e. Membaca dua kalimat syahadat.

D. Hal – Hal yang Membatalkan Tayammum.
a. Segala yang membatalkan wudhu.
b. Melihat air dalam melaksanakan shalat.
c. Murtad.


SHALAT
A. Pengertian Shalat.
Kata shalat berasal dari bahasa Arab yang digunakan untuk beberapa arti yang berarti do’a sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Attaubat (103) yang artinya “Ambillah zakat yang sebahagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka”.
Shalat juga dapat berarti rahmat sebagaimana firman dalam sura al-azhab (43) yang artinya “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikatnya memohon ampun untukmu supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya yang terang”.
Pengertian shalat menurut syarat adalah bentuk ibadah yang terdiri atas perbuatan dan perkataan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Shalat dalam Islam menempati kedudukan tertinggi dibandingkan ibadah – ibadah lainnya karena shalat merupakan tiang agama.
Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW “shalat adalah tiang agama (H.R Albaihaqi)”.
Adapun pengertian lain shalat ialah mengahadapkan jiwa dan rasa kepada Allah SWT karena tqwa hamba kepada Tuhannya mengagumkan kebesaranNya dengan khusyuk dan ikhlash dalam bentuk perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut cara – cara yang telah ditentukan.

B. Tujuan Shalat.
Dalam kehidupan sehari – sehari yang penuh dengan problem hidup yang sangat kompleks yang selalu menggoda nafsu dan bathin maka shalat merupakan sarana yang sangat ampuh untuk menenangkan hati memberikan kekuatan jiwa dan bathin dalam menghadapi problema hidup.
Karena shalat yang khusyuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT disamping itu juga akan mendapatkan imbalan berupa ketentraman dan kebahagiaan hidup di dunia dan juga berupa pahala di akhirat kelak.

C.Macam – macam Shalat.
Bila ditinjau dari hukum melaksanakannya maka shlalat terbagi menjadi dua yaitu:
a. Shalat fardhu.
Shalat fardhu atau wajib ialah shalat yang harus di kerjaan dan tidak boleh di tinggalkan, apabila di kerjakan mendapat pahala dan di tinggalkan mendap dosa.
Shalat fardhu terbagi dua :
• Fardhu ‘Ain .
Fardhu A’in yaitu shalat yang harus dikerjakan oleh setiap individu.
• Fardhu kifayah.
Fardhu kifayah adalah shalat yang di kerjakan sseorang saja dan yang lainnya sudah terlepas tanggungannya.
Firman allah SWT dalam surat Annisa (103) yang artinya “sesungguhnya shalat itu telah di tentukan waktunya atas orang-prang yang beriman”.
b. Shalat sunnat.
Ialah shalat yang dianjurkan, untuk mengerjakannya diberi pahala bagi orang yang kerjakan dan yang meninggalkannya tidak apa-apa.
Adapan pembagian shalat sunnat ialah:
• Shalat sunnat rawatib.
Shalat sunnat rawatib ialah shalat yang di kerjakan menyertai shalat fardhu baik sesudah atau sebelumnnya. Shalat sunnat sunnat rawatib adalah penting yang selalu di kerjakan Rasulullah SAW baik sesudah atau sebelum fardhu.
Shalat sunnat rawatib terbagi atas:
o Muakkad (penting).
2 rakaat sebelum dhuhur.
2 rakaat sesudah dhuhur.
2 rakaat sesudah isya.
2 rakaatsesudah magrib.
2 rakaat sebelum subuh.
o Ghuiru muakkad.
2 rakaat sebelum dhuhur.
2 rakaat sesudah dhuhur.
4 rakaat sebelum ashar.
2 rakaat sebelum magrib.
2 rakaat sebelum isya.
• Shalat yang bersebab.
Shalat sunnat bersebab yaitu shalat yang di lakukan karena ada sebab-sebab tertentu seperti: shalat gerhana matahari, shalat istisqa.
• Shalat duha.
Shalat duha yaitu shalat yang dilaksanakan pada pagi hari dengan dua rakaat sampai tidak terbatas.
• Shalat sunnat muthlak.
Shalat muthlak yaitu shalat sunnat yang dilaksanakan semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah SWT, tidak tertentu waktunya kecuali pada waktu yang terlarang dan rakaatnya tidak terbatas.
• Shalat sunnat wudhu.
Shalat sunnat wudhu yaitu shalat sunnat yang dilaksanakan setelah mengerjakan wudhu.
• Shalat sunnat taubat.
Shalat sunnat taubat yaitu shalat yang dilaksanakan dua rakaat untuk memohon ampun atas dosa- dosa yang telah dilakukan.
• Shalat sunnat tasbih.
Shalat sunnat tasbih yaitu shalat sunat dua rakaat yang dilakukan dengan maksud memuji Allah SWT dengan memperbanyak tasbih,tahmid dan takbir.
• Shalat sunnat malam.
Shalat sunnat malam yaitu shalat yang dilakukan pada malam hari contohnya:
o Shalat tarwih.
o Shalat witir.
o Shalat tahajjud.
• Shalat hari raya.
• Shalat tahyatul masjid.

D. Rukun shalat.
a. Niat.
b. Berdiri.
c. Membaca surah Al-fatiha.
d. Rukuk.
e. Bangun dari rukuk.
f. Sujud dengan tumaninah.
h. Duduk diantara dua sujud dengan tumaninah.
i. Duduk akhir membaca tasyahud dan shalawat.
j. Mengucapkan salam.
k.Tertib.

E. Sunnat-sunnat shalat.
a. Mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga, telapak tamgan kanan sejajar dengan tangan kiri.
b. Membaca doa iftitah.
c. Ta’uz.
d. Membaca amin.
e. Membaca surah al-quran pada dua rakaat permulaan sesudah membaca al-fatiha.
f. Membaca takbir pada tiap gerakan tertentu.
g. Membaca tasbih.
h. Membaca sami’allahu liman hamida.
i. Meletakkan telapak tangan pada waktu awal atau akhir tasyahud.
j. Melipat kaki kiri kekanan diatas telapak kaki kiri.
k. Membaca do’a ketika duduk diantara dua sujud
l. Duduk tawadu’ pada waktu tasyahud.
m. Membaca do’a setelah shalwat pada duduk terakhir.
n. Membaca salam kedua dan memalingkan muka kekiri dan kekanan.

KEUTAMAAN SHALAT BERJAMA’AH DAN HUKUMNYA
Shalat jama’ah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih salah satunya menjadi imam dan yang lain menjadi makmum.
Keutamaan dilihat dari hadis Nabi SAW yang artinya “shalat jama’ah lebih utama disbanding shalat sendirian dan perbandingannya sabanyak 27 derajat”.
Shalat jama’ah yang dilakukanlebih uatama dilakukan di mesjid kesuali shalat sunnat. Para ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum shalat berjama’ah sebagian ulama’ berpendapat bahwa hukum shalat berjama’ah adalah sunnat muakkad, kebanyakan ulama’ Malikiah berpendapat fardhu kifayah, kebanyakan ulama’ syafi’iah berpendapat fardhu a’in.
Cara melaksanakan shalat berjaa’ah memiliki cara- cara tertentu yang haus diikuti antara lain:
a. Jika makmum hanya seorang, maka dia disebelah kanan, dan jika lebih dari seorang maka berbaris atau bershaf dibelakang imam sehingga imam berada pada tengah shaf mereka.
b. Shaf hendaknya diratakan dan dirpapatkan serta tidak membuat shaf yang baru sebelum shaf didepan terpenuhi.
c. Apabila makmum tertidiri dari anak – anak dan perempuan maka laki – laki menempati shaf didepan kemudian diikuti anak – anak dan baris belakang shaf perempuan.
d. Gerakan makmum sejak tekbiaratul ihram sampai selesai selalu mengikuti garakan shalat imam dan tidak boeh mendahului imam.
e. Apabila seseorang mendapati imam masih mengerjakan shalat hendaklah ia langsung takbiratul ihram mengikuti shalat imam kalau dia dapat mengikuti rukuknya maka dihitung telah mngikuti rakaat yang telah dilakukan itu. Kemudian apabila imam telah selesai shalat dan makmum yang datang terlambat belum sempurna bilangan rakaatnya maka dia harus berdiri dan bertakbir untuk menyelesaikan kekurangan rakaatnya.
f. Ketika imam membaca ayat atau Al-Qur’an dengan suara keras maka makmum tidak usah membacanya melainkan harus mendengarkannya, sebagaimana firman Allah SWT dalam S.Al - A’raf (244).

Makmum tetap diwajibkan membaca surah Al – Fatihah dalam setiap rakaat meskipun imam mengeraskan suaranya. Dalam membaca fatihah makmum menyambung dengan Amin.
Apabila terjadi kekliruan pada perbuatan dan bacaan imam hendaknya makmum mengingatkan imam yang keliru dengan membaca tasbih subhanallah bagi makmum lain dan bertepuk tangan bagi makmum perempuan.

SUJUD SYAHWI DAN SUJUD TILAWAH
Sujud syahwi adalah sujud yang dilakukan karena kelupaan dalam shalat. Caranya adalah sujud dua kali sebelum atau sesudah salam dengan mengucapkan takbir “Maha Suci Allah yang tidak tidur dan mengantuk”.



Apabila hal yang terlupakan itu diketahui sebelum mengucapkan salam maka sujud syahwi dilakukan sebelum salam dan apabila diketahui sesudah salam maka sujud syahwi dilakukan sesudah salam.
Ada beberapa ketentuan atas sebab – sebab dilakukannya sujud syahwi, karena melupakan antara lain:
a. Apabila rakaat sembahyang tidak sempurna dan telah diketahui maka harus penyempurnaannya terlebih dahulu shalatnya dan setelah shalat baru dilakukan sujud syahwi.
b. Jika seorang mengerjakan shalat dan lupa akan bilangan rakaatnya yang elah dikerjakan hendaklah mengambil yang diyakini yang tersedikit dan kemudian sebelum salami ia disunnahkan sujud ayahwi. Apabila jumlah rakaatnya lebih dan diketahui sesudah salam, bersamaan diketahuinya hal itu maka pada saat itu dilakukan sujud syahwi.
Sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan dalam shalat ketika membaca ayat sajadah dalam bacaan Al-Qur’an. Sujud tilawah hukumnya sunnat, sesuai dengan sabdah Nabi SAW yang artinya “Nabi SAW mambaca Al-Qur’an maka dibaca sebuah surah yang didalmnya terdapat ayat – ayat sajadah kemudian beliau sujud dan kamipun ikut sujud bersamanya”.
Syair Sabit menerangkan dalam fiqih sunnah, ada beberapa surah yang memiliki ayat – ayat assajadah diantaranya:
a. S.Q Al – A’raf (206).
b. S.Q Annahl (49).
c. S.Q Maryam (58).
d. S.Q Al – Haj (37).
e. S.Q Ar – Ra’du (15).
f. S.Q Al – Isra’ (107).
g. S.Q Al – Furqan (60).
h. S.Q Shaf (24).
i. S.Q An – Najm (62).
j. S.Q Al – A’raf (15).
k. S.Q As – Sajadah (15).
l. S.Q Al – Fulsilat (37).

Cara melaksanakannya yaitu sujud sekali dengan bertakbir ketika akan sujud dan bangun dari sujud.
Apabila dalam shalat berjamaah dibacakan ayat assajadah tersebut maka makmum mengikuti imam namun melakukansujud tilawah mana kala imam melakukannya.
Bacaan dalam sujud tilawah adalah:
“wajahku sujud kepada Tuhan yang menjadikannya yang membuka pendengaran dan penglihatan dan daya kekuatan maka berkah Allah sebaik – baik berkah Sang Pencipta”.

MENKASAR DAN MENJAA’ SHALAT
Shalat kasar adalh shalat yang dipendekkan atau memendekkan jumlah rakaat dari empat menjadi dua rakaat. Shalat kasar ini diperuntukkan bagi orang yang dalam keadaan bepergian, berdasarkan firman Allah AWT dalam surah An-Nisa’ (101).
Shalat yang dapat dikasar hanya shalat fardhu yang empat rakaat, sedang shalat yang lai tetap tidak boleh dikasar.
Para Ulama’ berbeda pendapat tentang hokum mengkasar shalat fardhu. Ulama’ Syafi’iah berpendapat mubah, Ulama’ Malikiah berpendapat sunnat muakkad, Hanafiah wajib.

JENAZAH
A. Memandikan Jenazah.
Apabila ada Muslim menggal dunia hendaknya kita segera mengunjngi keluarga yang ditinggalkan untuk berbela sugkawa atas musibah yang menimpahnya. Melaksanakan kewajiban terhadap jenazah karena pengurusan jenazah itu hukumnya fardhu kifayah yang dibebenkan kepada semua ummat Islam.
Memandikan jenazah untuk membersihkan dan mensucikan jenazah dari kotoran yang melekat pada jazat jenazah selama sakit sampapai meninggalnya sehingga dengan demikian dapat menghadap Allah SWT dalam keadaan bersih dan suci.
Syarat – syarat memadikan jenazah:
a. Jenazah beragama Islam.
b. Ada tubuhnya walau sebagian.
c. Jenazah bukan mati syahid.
Hukum memandikan jenazah. Jumhur Ulama’ berpendapat adalah fardhu kifayah. Jenazah yang wajib dimandikan adalah Muslim yang tidak gugur didalam peperangan ditangan orang kafir.
Orang yang mati syahid tidak wajib dimandikan tetapi kepadanya wajib dikafani dan dimakamkan tanpa dibasahi sedikitpun walau dalam keadaan junub. Demikian pendapat Malikiah dan mazhab Syafi’i.
Orang yang memandikan jenazah harus mengatahui tatacara memandikan jenazah juga harus dipercaya agar tidak membuka rahasia termasuk aurat jenazah yang dilihatnya dan sebaik – baiknya ialah yang dekat hubungannya dengan jenazah.
Menurut Imam Malik dan Ahmad, suami boleh memandikan istrinya. Menurut Imam Abu Hanifah suami tidak boleh memandikan istrinya tetapi hanya mentayammumkan. Imam Syaifi’I berpendapat bahwa apabila ditempat itu tidak terdapat perempuan maka ditayammumkan. Ibnu Hasan tetap membolehkan memandikan oleh lawan jenis yang kira – kira dapat dipercaya dan apabila ditempat itu tidak terdapat air barulah boelh ditayammumkan.



Cara memnadikan jenazah:
a. Menyiram air kesleuruh jazatnya dimulai dari bagian kepala kebagian tubuh wudhu dan keseluruhan jazat lainnya.
b. Dimulai menyiram pada bagian jazat sebelah kanan kemudian sebelah kiri.
c. Perutnya diremas – remas ditekan pelan – pelan untuk mengeluarkan kotoran yang ada didalamnya kecuali wanita hamil yang didalam perutnya ada janin yang sudah mati.
d. Membersihkan semua kootorsn dan najis diseluruh jazat jenazah dengan sebersih – bersihnya dengan hat - hati khususnya pada bagian mahkota. Membersihkan mulut, gigi, hidung, telinga, kuku, kaki dan tangan.
e. Rambut dan janggut disisir rapih, bila ada rambut yang tercabut dicampur kembali saat mengkafaninya.
f. Jenazah perempuan yang panjang rambutya hendaknya dikepan tiga bagian saat dimandikan dan diurai kembali pada saat dikeramas kecuali rambut pendek maka todak usah dikepan.
g. Memandikan jenazah hendaklah berkali – kali siramannya dengan jumlah bilangan ganjil misalnya 3x, 5x, 7x, dst sampai benar – benar bersih.
h. Pada bilangan ganjil yang terakhir sebaiknya dicampur wangi – wangian atau kapur bagus.
i. Bila selesai memandikan dan tiba – tiba ada kotoran yang keluar, kebanyakan ulama’ menganjurkan dibersihkan dengan kain atau semacamnya dan sebahgaian kecil ualama’ mewajibkan memandikan ulang sampai bersih.
j. Apabila telah bersih dan selesai dimandikan maka jazat dikeringkan dengan handuk atau semacamnya agar kain kafan tidak basah.
k. Bagi orang yang sudah memandikan jenazah dianjurkan yntuk mandi.

B. Mengkafani Jenazah.
Mengkafani jenazah ialah meutup aurat jenazah dengan kain putih sebagai penghormatan kepada ummat manusia.
Ketentuan mengkafani jenazah:
a. Kain putih.
b. Baik bersih dan halal.
c. Dapat menutup seluruh jazad jenazah.
d. Diberi wangi – wangian.
e. Tidak perlu kain yang mahal dan berlebih – lebihan.
f. Jenazah laki – laki disiapkan kain 3 lembar dan untuk wanita 5 lembar.
g. Apabila telah berusaha mencari kain putih dan tidak ditemukan maka bias dengan kain warna lain, bahkan dalam keadaan terpakasa kain tidak diperbolehkan maka bolash menggunakan selain dari nahan kain misalnya tikar, kulit, kertas, atau daun kayu, dsb.

Pelaksanaan pengkafanan:
a. Mengangkat jenazah dengan hati – hati dari tempat permandian dan dibaringkan diatas kain yang telah dihamparkan.
b. Tutup dengan kain, kemudian diberikan kapas pada bagian badan atau lubang yang dianggap perlu terutama pada kemaluan, hidung, buah dada, telinga, mulut dan dubur.
c. Posisi jenazah tetap pada sebelum dimandikan yakni melintang keselatan keutara seperti orang yang hendak shalat.
d. Sebelum jenazah ditutup dan diikat, dibolehkan kerabat yang lain untuk menyaksikan atau menciumnya.
e. Tutup dan selimuti enazah dengan rapih kemudian diikat dengan tali yang sudah disediakan dengan simpul terbuka.
f. Mengikat pinggul dan kedua pahanya dengan kain.
g. Pasangkan selimut kain dari punggung sampai kaki.
h. Pasangkan baju kerudungnya dan kerudung kepalanya.
i. Sebaiknya rambut yang panjang dikepang dalam tiga bagian.
j. Membungkus dengan kain kafan yang apling bawa atau yang paling lebar.
k. Kemudian ditutup dengan tali, tiga sampai lima ikatan.
l. Khusus orang yang sedang melaksanakan ihram dimekkah, apabila meninggal maka jenazahnya dikafani dengan pakaian ihramnyasesudah dimandikan tanpa diberi wangi – wangian.

Demikian pendapat sebagian Ulama’. Sedangkan menurut Hanafi dan Maliki kalau seorang yang ihram telah mati maka putuslah iramnya sehingga harus dikafani seperti mayat biasa.

C. Menshalati Jenazah.
Jenazah seorang muslim yang sudah dimandikan dengan baik, maka segera dishlatkan. Untuk melaksankan shalat jenazah harus memenuhi syarat – syarat dan rukun – rukunnya.
Adapun syarat – syaratnya:
a.

Masalah puasa

A. pengertian Puasa
Menurut logawi [uasa dkenal denan shiyam atau shaum yang berarti berpantang atau menahan sesuatu dengan kata lain menahan suatu perbuatan perbuatan yang membatalkan puasa misalnya mencegah berkata kotor, menahan hawa nafsu dan lain sebagainya.
Adapun pengertian menurut istilah ialah menahan diri dari makan dan minum, menahan hubungan suami istri pada saing hari dan hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam metahari.
Puasa adalah kewajiban umat islam yang harus di lakukan (baik laki-laki maupun perempuan) selama sebulan didalam bulan ramadhan berdasarkan firnan allah SWT dalam al-quran surat al-baqarah ayat:183
Puasa di bulan ramadhan ini pertama kali dilakukan pada tahun ke2 hijrahnya Nabi Muhammad SAW, kewajiban ini atas orang-orang yang sudah mukallaf dan atas orang – orang yang mampu menjalankannya, karena itu tidak di wajibkan kepada:
c. anak-anak
d. orang gila
e. orang yang hilang akal, contohnya orang mabuk.
f. Orng yang sudah sangat tua
g. Orang yang sakit yang bila berpuasa penyakitnya bertambah.
Sesuai sabda rasulullah dari Ali r.a berkata nabi Muhammad SAW telah bersabda: diangkat tuntutanhukum dari tiga macam orang, dari anak-anak hingga ia balig dan dari orang yang tidur hingga ia bangun dan dari orang gila hingga ia sembuh.(H.R Abu Daud Annasai)

B. syarat-syarat puasa




Ibadah Haji dan Umrah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar