SELAMAT DATANG DI MY BLOG

SEMOGA APA YANG TERDAPAT DI DALAM BLOG INI DAPAT BERMANFAAT BAGI SIAPAPUN YANG MEMBUTUHKANNYA DAN DIAMALKAN SEBAGAIMANA MESTINYA.

Senin, 22 Maret 2010

BAHASA DAN TERMINOLOGI HUKUM

BAHASA DAN TERMINOLOGI HUKUM


PERADILAN 1

F 2

07.30 – 09.10


ABDUL HALIM TALLI SAg MAg




ABDUL HALM TALLI, SAg . MAg

150 282 232

AMIR SYAM MARSUKI

101 001 08 007



UIN ALAUDDIN

2008/2009

KOMPETENSI DASAR BAHASA DAN
TERMINOLOGI HUKUM

- Mampu membahasakan istilah – istilah hukum.
- Fungsi – fungsi bahasa adalah sebagai aspek komunikasi atau tempat penilaian akhlak terhadap seseorang.

I . Pendahuluan.
A. Bahasa Indonesia.
B. Bahasa Hukum Indonesia.
C. Kegunaan.
D. Maksud dan tujuan.

II. Beberapa Pengertian.
A. Pengertian Bahasa.
B. Semantik.
C. Kaedah.
D. Komposisi.
E. Fiksi.
F. Pembentukan.
G. Penafsiran.
a. Tata bahasa.
b. System.
c. Sejarah.
d. Sosiologi.
e. Otentik.

III. Bahasa Keilmuan Hukum.
A. Kebiasaan dan adat.
B. Hukum adapt dan perundang undangan.
C. Hubungan hukum dan hak.
D. Absolute dan relative.
E. Subyek hokum dan objek.
F. Peristiwa hokum.

IV. Bahasa Hukum dan Ketatanegaraan.
A. Konstitusi.
B. Kontensi.
C. Bentuk ketatanegaraan, meliput :
a. Negara kesatuan.
b. Negara serikat.
c. Konfederasi dan protectoral.
d. Konfederasi dan kemakmuran.
e. UNI.
f. Kerajaan.
g. Republik.
h. Demokrasi.
D. Ideologi Negara kesatuan.
E. Triak politica.
F. HAM.
G. Perubahan konstitusi.
H. Hukum administrasi.
I. Hukum internasional.

V. Bahasa Hukum dan Ketatanegaraan Adat.
A. Pancasila.
B. Bhinneka Tunggal Ika.
C. Sang Bhumi Ruwa Juwai.
D. Swastika.
E. Musyawarah.
F. Masyarakat Hukum Adat.
G. Persekutuan Hukum Adat.
H. Persekutuan Ketatanegaraan.
I. Keorganisasian.

VI. Bahasa dan Keperdataan.
A. Kewarganegaraan dan kekeluargaan.
B. Anak.
C. Perkawinan.
D. Pewarisan.
E. Perikatan.
F. Perdagangan.

VII. Bahasa Hukum Pidana.
A. Asas hokum pdana.
B. Peristiwa pidana.
C. Pelakunya.
D. Kesalahan.
E. Hukuman pokok.
F. Hukuman.
G. Hukuman tambahan.
H. Kejahatan dan pelanggaran.
I. Perbuatan pelanggaran.

VIII. Bahasa Hukum Acara.
A. Pancaasila.
B. Hakim.
C. Persidangan.
D. Bantuan hokum.
E. Acara perdata.
F. Acara pidana.
G. Putusan pengadilan.
H. Banding.
I. Kasasi.
J. Eksekusi.



URAIAN
II. Beberapa Pengertian.
A. Pengrtian Bahasa.
Bahasa adalah media untuk berkomunikasi, dan terbagi menjadi :
- bahasa tulis ;
- bahasa tubuh.

B. Pngertian Semantik.
Semantik adalah ilmu yang menyelidiki makna atau arti kata – kata umumnya yang tuntas arti kata – kata dalam bahasa tertentu dan hubungan arti dan pertbahas arti dari masa kemasa.
Semantik hukum adalah pengetahuan hukum yang menyelidiki makna atau arti kata – kata hukum, hubungan dan perubahan arti dari waktu kewaktu.
Ada 3 kajian semantik :
- Arti / perubahan kata.
- Hubungan.
- Perubahan.
Contoh :
………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………

C. Kaedah Hukum.
Mengandung kata – kata perintah dan asas (aturan dasar) larangan dan mengandung paksaan.

D. Komposisi Hukum.
Merupakan alat – alat yag dipakai untuk menyusun bahan hukum yang dilakukan secara sistematis dalam bentuk basa dan istilah.
Syarat : - Dokmatis (dipandang benar) (suatu yang diterima masyarakat).
- Sistematis (melakukan perubahan melihat dari aspek) (menyimpulkan komponen – komponen dan diterima semua).

E. Fiksi Hukum.
Menggunakan istilah yang fiktif yang berbentuk hiasan untuk memberikan pengertian sacara abstrak yang tidak sebenarnya atau suatu yang khayal dalam bentuk hukum.
Contoh : “dalam bahasa bugis” (akkitaki mubuta, arengkalingaki mumataru - taru) yang artinya jangan membeberkan aib sesama.

F. Pembentukan Hukum.
Masyarakat lampau pembentukan hukum banyak dari kata – kata seni, luksan, lambing atau peribahasa.
Contoh : Bulat air karena pembuluh.
Bulat kata karena mufakat.



Makna Hukum.
Didalam musyawarah biasa terjadi perbedaan pendapat namun karena pimpinan yang bijak dan rasa kebersamaan menimbulkan kesepakatan.
- Tidak ada orang yang mau menghujani garamnya.
Tidak ada orang yang mau mengakui kesalahannya.

Tidak sesuai dengan masyarakat modern karena masyarakat modern itu berikir kongkrit dan tidak mementingkan perasaan.
Pembentukan hukum masyarakat modern harus menggunakan istilah dan bahsa hukum modern yang bersifat rasiona dan modern.
Hukum yang dibentuk oleh lembaga yang berwenang dapat dilihat dari segi politik dan tehknik hokumnya. Politik hokum yang dimaksd adalah berkehendak yang tertera dalam kalimat – kalimat yang menetapkan tujuan dan isi peraturan tersebut. Tujuan itu harus memenuhi masyarakat yang mengikuti kepentingan politik ekonomi dan social masyarakat modern.
Tekhnik hokum adalah cara merumuskan kaedah – kaedahnya dengan menempatkan kata – kata dan kalimat – kalimat yang dibuat sedemikian rupa sehingga maksud dari pembentukan hukum jelas dapat diketahui.
Dalam pembentukan hukum ada dua factor yang menentukan yaitu formal dan material.
Formal adalah membentuk hokum dalam perundang – undangan, administrasi Negara, peradilan adat, kebiasaan, dan ilmu pengetahuan.
Material adalah pembentukan perasaan hokum seseorang dan pendapat umum.

G. Penafsiran Hukum.
Dikenal cara penafsiran hukum.
- Penafsiran menurut tata bahasa.
Penafsiran ini mencari arti maksud dan tujuan dalam kaedah hukum.
Contoh : pasal 1338 KUHPerdata “semua perstujuan yang dibuat dengan sah berlaku sebagai UU terhadap mereka yang membuatnya”.
(sah : resmi, jelas, dibuat oleh yang berwenang sesuai perundang – undangan yang berlaku).

- Menurut sistem.
Penafsiran suatu kesatuan atau kebulatan pengertian dari unsur – unsur yang saling bertautan antara satu dengan yang lainnya.
Contoh : makna sah pada pasal 1338 dan pasal 1320 KUHPerdata menyatakan untuk sahnya persetujuan diperlukan empat syarat :
o Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya.
o Kesepakatan untuk membuat suatu perikatan.
o Suatu hal yang tertentu.
o Suatu sebab yang halal.

- Menurut sejarah.
Penafsiran menurut sejarah terjadinya peraturan tertentu, dan apa yang merupakan latar belakang, maksud dan tujuan peraturan itu ditetapkan, dan dimasuknnya pasal – pasal tertentu ke dalam suatu peraturan.
Dalam praktek hakim, jaksa, pengacara terlebih dahulu berhadapan dengan perundangan yang memerlukan penafsiran. Untuk itu perlu dipelajari laporan – laporan, surat – surat keterangan atau penjelaasan tertulis ketika peraturan itu dibuat.

- Menurut Sossiologi.
Penafsiran menurut sosiologi yaitu penafsiran menurut kenyataan yang hidup didalam masyarakat. Penafsiran ini penting akan hokum yang berlaku dengan berkaitan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
Contoh : penafsiran tentang delig zina.

- Secara otentik.
Otentik dalam bahasa Belanda adalah volledig bewijs opleverend maksudnya memberikan keterangan atau pembuktian yang sempurna, yang sah atau resmi.
Penafsiran otentik yaitu penafsiran hokum yang dilakukan oleh pembuat hokum sendiri dengan mencantumkan arti beberapa kata yang digunakan dalam suatu peraturan.
Contoh : pasal 512 – 518 KUHPerdata. Dimana menerankan arti kata – kata barang bergerak, barang rumah tangga, perkakas rumah tangga, barang yang gunanya agar rumah dapat didiami, suatu rumah dengan segala sesuatu yang ada didalamnya.
Pasal 512 menyebutkan : apabila didalam UU atau suatu perbuatan perdata digunakan istilah barang – barang bergerak, perkakas rumah tangga, nable atau perabot rumah tangga, perhiasan rumah tangga, atau rumah dengan apa yand ada didalamnya dan semua tanpa kata – kata tambahan perluasan, atau pembatasan, maka istilah – istilah tersebut harus dianggap meliputi benda – benda yang ditunjuk didalam pasal tersebut.

Contoh pada bab 9 buku 1, diterankan beberapa perkataan dalam KUHPidana, pasal 89 contohnya, yang berbunyi (memingsangkan seseorang atau melemahkan seseorang disamakan dengan melakukan kekerasan).
Pasal 97 : perkataan hari berarti waktu 24 jam, perkataan bulan berarti masa 30 hari.
Pasal 98 : perkataan malam berarti masa antara terbenam dan terbitnya matahari.

III. BAHASA KEILMUAN HUKUM.

Bahasa keilmuan hukum adalah bahasa hukum teoritis, yaitu bahasa hukum yang bersifat ilmiah yang digunakan dalam mempelajari hukum sebagai ilmu pengetahuan. Dilihat dari pemakaiannya, bahasa dibedakan dalam bahasa hukum keilmuan yang bersifat ilmiah semata – mata dan yang bersifat ilmiah praktis. Bahasa hukum yang terdapatdalam keputusan – keputusan, peraturan perundang – unadangan yang banyak digunakan dalam praktek tersebut bahasa hukum praktis. Bahasa hukum praktis terdiri dari kaidah – kaidah hukum yang mengatur kehidupan manusia dan masyarakat pada umumnya. Again ini yang akan dibicarakan adalah bahasa hukum teoritis.

A. Kebiasaan dan Adat.
Istilah kebiasaan adalah terjemahan dari bahasa belanda gewoonte. Istilah adat berasal dari bahasa arab adab. Yang maksudnya juga kebiasaan. Namun, manurut ilmu hukum dan adat dibedakan pengertiannya. Perbedaan dilihat dari segi pemakaiannya sebagai perilaku manusia, dan sejarah pemakaian istilahnya dalam dalam hukum di Indonesia. Kebiasaan adalah sesuatu yang lazim, bisa terjadi atau dilakukan. Kebiasaan yang selalu dilakukan oleh orang banyak itu menjadi adat. Adi adat adalah kebiasaan pribadi yang diterima dan dilakukan oleh masyarakat. Dalam sejarah perundangan di Indonesia, pemakaian kebiasaan dan adat dibedakan. Ada kebiasaan dilur perundangan dan ada kebiasaan yang diakui oleh perundanga, sedangkan adat selalu diartikan diluar perundangan. Hal mana menyebabkan adanya istilah hukum kebiasaan, hukum adat meruakan hukum yang tidak tertulisdan hukum yang tertulis. Di Eripa atau Belanda tidak dibedakan antara kebiasaan dan adat, keduanya bersifat hukum, disebut hukum kebiasaan (gewoonterecht) yang berhadapan dengan hukum perundangan (wentercht).

B. Hukum Adat dan Perundangan.
Istilah hukum adat berasal dari bahasa Arab. Kata hukmu mengndung perintah atau suruhan, sedangkan kata adab berarti kebiasaan. Jadi hukum adat artinya aturan kebiasaan. Istilah tersebut sudah dipakai di Aceh sejak abad 17. Snouck Hurgronje menyebutnya Adatrechts.
Dalam perkembangannya, hukum adat tidak hanya mengandung hukum adat tradisional, yang juga disebut hukum adat (dalam arti sempit) tetapi juga termasuk hukum kebiasaan modern. Hukum tradisional berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat adat tertentu misalnya adat Batak, Minagkabau, Lampung, Jawa, Bali dsb. Sedangkan hukum kebiasaan modern berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat modern.
Pada umumnya hukum adat (dalam arti luas) tidak tertulis dalam bentuk perundangan dan tidak terkodifikasi, jadi tidak tersusun secara sistematis. Bentuk hukum adat tidak teratur, keputusannya tidak emakai konsideran.
Hukum adat diartikan hukum Indonesia asli yang tidak tertulis yang disana sini mengandung usur agama. Oleh prof. Imam Sudiyat, SH. Menyebutnya hukum asli Indonesia. Hukum adat yang arti sempit menunjukkan hukum adat tradisional yang diperintahkan dan berlaku di lingkungan masyarakat hukum adat tertentu. Sedangkan hukum adat dalam arti luas meliputi hukum kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, dalam hubungan antara satu dengan yang lain, dalam lembaga – lembaga masyarakat dan lembaga – lembaga kenegaraan. Kesemuanya tidak tertulis dalam bentuk perudangan.
Hukum kebiasaan adalah hukum yang berlaku sebagai kenyataan yang dilakukan oleh oang seorang atau masyarakat, baik resmi atau tidak, yang merupakan perbuatan yang tetap dan dirasakan harus beraku. Misalnya pemilik penyewa di tempat penyewa, Presiden berpidato pada 17 Agustus. Oleh karena adat dan kebiasaan mengandung hukum, maka kesemuanya disebut hukum, dan sifatnya tidak tertulis.
Perundangan (wetgeving) adalah semua peraturan yang tertulis dalam bentuk keputusan yang dibuat dengan sistem tertentu, terutama oleh pemerintah dan adakalanya dalam bentuk kodifikasi. Jadi UUD, TAP MPR, UU, Pepres, Kepme, Perda, keputusan haki merupakan perundangan. Bentuk perundangan umumnya dimulai dengan konsideran (pertimbangan). Kemudian isi keputusan terdiri dari beberapa Bab dan pasal serta penjalasannya. Himpunan peraturan yang sama yang disusun secara sistematis dalam satu kitab perundangan disebut kodifikasi.

C. Hubungan Hukum dan Hak.
Isrilah hukum mengandug arti aturan, yaitu aturang yang mngatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lain, antara orang dengan masyarakat, antara masyarakat yang stu dengan masyarakat yang lain. Hubungan – hubungan yang diatur oleh hukum disebut dengan hubungan hukum (rechsbetrekking). Hubungan hukum menunjukkan adanya dua saling tarik menarik, yaitu adanya hak dan kewajiban, baik hak dan kewajiban yang sifatnya satu pihak atau yang sifatnya dua pihak. Yang satu pihak saja misalnya hubungan hukum antara anda dengan milik yang merupakan haka milik atau hubungan hukum yang dilakukan petani lading yang disebut dengan mabeli, aitu memberi tanda pada pohon disuatu tanah hutan. Perbuatan mabeli itu merupakan hak atas pohon dan hak atas tanah sekitarnya serta kewajiban untuk mengurus pohon dan mengusahakan tanah disekitarnya untuk dijadikan lading. Sebaliknya, tidak ada hak dan kewajiban dari pohon atau tanah sekitarnya untuk menuntut petani agar petani memenuhi kewajibannya. Hubungan hukum yang dua pihak misalnya, pristiwa hukum jual beli. Pejual dan pembeli tertarik oleh hak dan kewajiban masing – masing pihak. Pihak pembeli berhak menerima barang yang dibelinya dan berkewajiban membayar sesuai dengan harga yang telah disepakati. Sedang pihak penjual berhak menuntut pembayaran dari sipembeli dan berkewajiban menyrahkan barang yang dia jual kepada sipembeli. Pergaulan hukum yang banyak menimbulkan peristiwa hukum adalah ubungan hukum dua pihak yang sifatnya timbal balik. Hak dan kwajiban dalam hubungan hukum diatur dalam peraturan hukum, misalnya jual beli sebagaimana diatur dalam pasal 1475 KUHPerdata, dikatakan : ”jual beli adalah persetujuan dimana pihak yang satu mengikat diri untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah disetujui”.
Sifat pasal tersebut merupakan kaedah hukum yang mengatur hubungan kemasyarakatan, hubungan antara yang satu ddengan yang lain dalam masyarakat. Jadi ditujukan kepada semua orang melakukan jual beli. Aturan demikian itu dalam ilmu hukum disebut hubungan obyektif, yaitu yang menunjukkan aturan hukumnya (law). Apabila hubungan hukum itu dikaitan dengan para pelaku yang mengadakan hubungan hukum, sehingga karena hubungan hukum itu menimbulka hak, maka disebut ukum subyektif. Dalam hal ini hukum mengandung arti hak (right). Dalam bahasa hukum Belanda baik hukum sebagai aturan maupun hukum sebagai hak disebut recht.
Istilah hak tidak saja mengandung kekuasaan tunggal tetapi juga kekuasaan ganda, karena sesuatu hak dapat merupakan serangkaian hak, serangkaian kekuasaan atau serangkaian kewenangan. Misalnya dengan adnya hak milik maka ia tidak saja mempunyai arti hak kepunyaan,tetapi juga hak menikmati, hak memindah tangankan, hak jul, hak gadai, hak hibah, dsb. Kekuasaan yang dimaksud adalah mengatur, wewenang mengatur terhadap hak milik itu.
Hak sebagai kekuasaan sifatnya tidak mutlak, ia dipengaruhi pleh kemasyarakatan, dibatasi oleh kepentingan umum. Misalnya hak milik atas tanah dan sebagaimana disebut dalam pasal 6 UUUPA (Undang – Undang Pokok Agraria) No. 5 / 1960: “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Ini berarti bahwa hak atas tanah apapun tidak dapat dibenarkan atau tidak dipergunakan semata – mata untuk kepentingan pribadi, apabila akan merugikan masyarakat. Begitu pula dengan hak dalam arti kekuasaan pemerintahan (negara) tidak boleh disalahgunakan sehingga merugikan masyarakat karena tidak sesuai dengan tujuan kekuasaan itu (abus de droit).

D. Hak Absolut dan Hak Relatif.
Hak mengandung arti kekuasaan dan kewenangan, namun batas ruang lingkup dari sesuatu hak dibatasi leh hak yang lebih tinggi, yaitu kekuasaan yang mengatur hak – hak itu di dalam atau di luer perundangan. Hak – hak itu akan ada jika ia diberikanoleh penguasa, jika penguasa tidak memberikan hak – hak kepada warganya, artinya jika undang – undang tidak mengaturnya maka hak – hak itu tidak ada. Begitu pula, walau hak – hak itu diatur dalam undang – undang jika kenyataannya tidak berlaku bahkan dilanggar oleh penguasa sendiri, maka hal – hal itu menjadi sirna. Jadi ada tidaknya suatu hak atau timbul lenyapnya suatu hak karena sesuatu peristiwa hukum yang terjadi.
Hak – hak dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu hak absolute (absolute rachten) dan hak relatif. Hak absolut adalah hak mutlak yang diberikan kepada setiap subtek hukum untuk berbuat dalam ia memperhatikan kepentingannya dan setiap subyek hukum yang lain berkewajiban menghormati hak absolut seseorang. Misalnya hak milik dimana hak pihak pemilik berhak untuk bertindak sendiri atas hak miliknya dan orang lain wajib menghoramti hak milik seseorang itu.
Hak relative adalah hak yang diberikan oleh hukum hanya kepada subyak hukum yang lain yang teratur agar dia berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu, atau memberi sesuatu. Misalnya didalam perjanjian hutang piutang, maka hak menagih agar hutang dibayar berlaku terhadap sipenghutang saja.
Hak absolute dibedakan dalam beberapa macam, yaitu : hak asasi manusia, hak public absolute, dan hak privat absolute. Hak relative dibadakan dalam beberapa macam yaitu : hak relatif publik, hak keluarga relatif, dan hak kekayaan relatif.
Hak asasi manusia adalah hak – hak pokok yang penting bagi kehidupan manusia yang diberikan oleh hukum, seperti kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan kehidupan, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak membela Negara, hak mendapat pengajaran.
Hak public absolut adalah hak suatu bangsa untuk merdeka dan berdaulat.
Hak privat absolut adalah hak keperdataan yang sifatnya mutlak, seperti hak pribadi manusia, hak keluarga mutlak, dan sebagian dari hak kekayaan, yaitu hak kebendaan dan hak atas benda tidak berwujud. Hak pribadi manusia yang mutlak misalnya hak atas nyawa.
Hak keluarga mutlak adalah hak yang timbul karena adanya hubungan kekeluargaan, seperti hak marital suami dalam memimpin keluarga.
Hak kekayaan adalah ahak atas kebendaan yang berwujud atau tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang. Hak kebendaan berwujud seperti hak atas tanah berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak – hak adat, hak – hak atas air dan ruang angkasa. Hak kebendaan yang tidak berwujud misalnya hak cipta, hak mengarang, dan hak oktrol (penemuan).
Hak publik relatif adalah hak dari penguasa atau Negara untuk menetapkan hukuman atau pidana, untuk memungut pajak dan bea cukai yang ditujukan kepada subyek hukum tertentu.
Hak keluarga relative adalah hak – hak dalam hubungan kekeluargaan, seperti hak suami dan hak istri.
Hak kekayaan relative adalah semua hak yang bukan hak kebendaan atau hak ciptaan manusia, seperti hak tagihan hutang yang ditujukan kepada orang tertentu.

E. Subyek Hukum dan Obyek Hukum.
Istilah subyek hukum yang dimaksudakn adalah orang (badan = person) yang mempunyai hak dan kewajiban. Sedangkan obyek hukum adalah sesuatu yang bernialai dan bermanfaat bagi orang atau subyek hukum.
Subyek hukum dapat dibedakan antara orang (person) yang merupakan badan manusia (naturuelijik persoon), dan orang yang merupakan badan hukum (rechts persoon) yang membuat manusia karena kehendak manusia untuk melakukan hubungan – hubungan hukum. Manusia sebagai pendukung hak telah berlaku sejak dia lahir sampai dia mati. Manusia mempunyai hak – hak asasi, tetapi badan hukum tidak. Manusia dapat dihukum penjara, dapat dibuang seumur hidup, tetapi badan hukum tidak. Badan hukumhanya diadakan karena kebutuhan yang menyangkut harta kekayaan (vermogen) dalam pergaulan hukum. Baik manusia maupun badan hukum mempunyai kepentingan kebendaan. Benda – benda yang menadi tujuan (obyek) dalam suatu hubungan hukum yang dilkukannya,yang menimbulkan hak – hak baginya sebagai subyek hukum adalah obyek hukum. Contoh, mobil adalah obyak hukum bagi subyak hukum (penjual maupun pembeli), pidana (hukuman) sebagai obyek hukum dalam hukum kepidanaan.
Kebendaan yang merupakan obyak hukum dibedakan antara benda berwujud (lichamelicjke zaken) seperti buku, yang tidak berwujud (onlichamelijke zaken) yaitu berbaga hak seperti hak cipta, hak mengarang, hak penemuan.
Kebendaan dibedakan pula antara benda tetap (onroerende zaken) seperti tanah, rumah, gedung, dan benda beergerak (renrorende zaken).

F. Peristiwa Hukun.
Peristiwa hukum (rechtsfeit) yang mengandung pengertian kejadian yang diatur oleh hukum. Perisyiwa hukum adalah peritiwa kemasyarakatan yang diatur oleh hukum. Seperti sewa – menyewa, jual beli, dll.
Peristiwa hukum dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu perbuatan obyek hukum dan perbuatan yang bukan perbuatan subyek hukum. Perbuatan subyek hukum adalah perbuatan baik orang atau badan hukum, yang berupa perbuatan hukum dan bukan perbuatan hukum. Perbuuatan hukum adalah perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan oleh satu pihak saja (bersegi satu) seperti wasiat, maupun yang dilakukan dua pihak (bersegi dua) seperti jual beli. Perbuatan satu pihak (eenzijdig) adalah perbuatan yang akibat hukumnya timbul karena perbuatan satu pihak. Contoh perbuatan membuat surat wasiat (pasal 875 KUHPerdata). Dan apabila akibat hukumnya timbul karena perbuatan dua pihak (twezidjik), seperti jual beli.
Anasir yang harus diperhatikan dalam peristiwa yang dikatakan perbuatan hukum adalah akiabat, oleh karena akibat dapat dianggap sebagai kehendak si pembuat. Jika akibatnya tidak dikehendaki si pelaku maka perbuatan itu bukan perbuatan hukum. Jadi adanya kehendak dikatakan suatu perbuatan hukum.
Perbuatan subyek hukum dan bukan dikatakan perbuatan hukum adalah perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh si pelaku, tetapi akibatnya itu diatur hukum serta perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Perbuatan yang akibatnya diatur hukum walaupun akibat itu tidak dikehendaki pelaku (rechtmatigedaad) adalah perbuatan yang disebut zakwarneming, yang sifatnyan suka rela tanpa adanya suruhan.
Perbuatan yang bertentangan dengan hukum (onrechmatugedaad, factum ilicitum) adalah perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh si pelaku. Jadi walaupun sipelaku sudah tahu bahwa perbuatan itu akibatnya tidak baik namun perbuatan itu dilakukan juga sehingga merugikan orang lain, maka ia harus mengganti kerugian kepada penderita. Perbuatan melanggar hukum diartikan dalam arti luas, tidak saja melanggar hukum perundangan, tetapi juga hukum lainnya seperti hukum adat. Bagi hakim dalam menilai perbuatan melanggar hukum, adalah apakah hukum yang dilanggar adalah hukum yang hidup (living law), yaitu hukum yang sesuai dengan hukum kesadaran msyarakat.
Peristiwa hukum yang merupakan bukan perbuatan subyek hukum adalah seperti kelahiran, kematian, dan daluwarsa. Kelahiran anak yang merupakan perbuatan hukum tapi bukan perbuatan subyek hukum, tetapi peristiwa itu menimbulkan hak bagi anak dan kewajiban bagi ayah dan ibunya untuk memliharanya (pasal 45 UU No. 1 th 1974, pasal 298 KUHPerdata). Kematian menyebabkan timbulnya pewarisan (pasal 830 KUHPerdata) dari para ahli waris mendapat hak milik atas harta warisan.
Daluwarsa yang bukan perbuatan subyek hukum dibedakan pengertiannya dengan daluwarsa akuisitif dan akstinktif. Daluwarsa akuisitif adalah keadaan lewat waktu yang berakibat seseorang memperoleh hak. Pasal 1963 KUHPerdata : “karena daluwarsa orang yang degan itikad baik berdasarkan dengan alas yang sah, memperoleh hak atas suatu benda tetap, bunga atau piutang yang harus dibayar 30 tahun tanpa harus dipaksa menunjukkan alas haknya”. Daluwarsa ekstinktif adalah keadaan yang lewat waktu yang berakibat seseorang akan hapus haknya. Contoh, pasal 1967 KUHPerdata : “segala tuntutan hukum baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena daluwarsa dengan lewat waktu selama 30 tahun, tanpa menunjukkan sesuatu alas itikad burukny”.
V. Bahasa Hukum dan Ketatanegaraan Adat.

Istilah – istilah hokum ketatanegaraan yang telah dikemukakan di atas terdiri dari bebagai istilah yang digunakan dalam ilmu pengetahuan hokum dan hokum perundangan Indonesia. Masih banyak istilah – istilah hkum ketatanegaraan Indonesia yang asli yang bukan berasal dari istilah barat, melainkan berasal dari istilah – istilah melayu, Sansekerta, hindu-jawa dan Islam. Istilah – istilah tersebut ada yang sudah diangkat menjadi bahasa nasional dan ada yang masih bersifat lokal. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa istilah Indonesia yang biasa dipakai dalam membicarakan hokum ketatanegaraan.

A. PANCASILA.
Pancasila adalah kata majemuk dari panca yang artinya lima dan sila yang artinya asas atau dasar. Untuk pertama kalinya pancasila itu dekemukakan oleh Bung Karno dalam pidatonya dihadapan sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan), pada tanggal 1 Juni 1945 di Jakarta, untuk menyatakan tentang lima dasar Negara.
Kata pancasila itu berasal dari bahasa Sansekerta yang digunakan dalam agama Budha untuk menyatakan adanya lima pantangan bagi para upasaka dan upasika, yaitu pantang membinsakan makhluk, pantang mencuri, pantang berbuat zina, pantang menipu, pantang minum minuman keras.
Kemdian istilah pancasila terdapat pula dalam bagian bahasa (sarga) ke 53 bait kedua dari kitab nagara kertagama, yaitu kitab yang digubah semasa pemerintahan Hayam Wuruk sebagai syair pujian tentang kemegahan Negara Majapahit oleh empu Prapanca pada tahun 1365, yang antara lain menyatakan:
‘Ytnangegwani Pancasila krtasangskarabhisekakarama’ maksudnya, “(raja)melaksanakan dengan setia kelima pantangan, begitu juga upacara-upacara ibadah dan penobatan (Soepardo Cs. 1962: 36).
Apabila istilah pancasila diatas berarti menunjukan adanya lima pantangan bagi seorang pemuka, maka menurut ajaran agama Hindu (Bali) terdapat pula istilah panaca cradha yang lima kepercayaan, ialah percaya kepada Sang Hiang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa, percaya pada Atma atau rokh leluhur, percaya kepada Karma Phala atau sebab dan akibat, percaya kepada Moksa (Nirwana) atau kebebasan.
Menurut ajaran agama Islam antara lain dikatakan di dalam Al-qur’an Surah An-Nisa’ ayat 136:
“wa yakfur billahi wa malaikatihi wa kutubuhi wa rusulihi wal yaumil akhiri faqodh-dhlalanba’idan”
Maksudnya, barang siapa yang tidak percaya kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab – kitab-Nya, Rasul – rasulNya, dan hari kemudian, maka susengguhnya orag itu telah sesat sejauh – jauhnya. Dan selanjutnya dikatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 136:
“wa Ilahukum Ilahu wwahidin la Ilaha Illa huwaRrahmanu Rrahiem”.
Maksudnya, “dan Tuhanmu itu, Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada Tuhan melainkan dia, Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang”.
Dengan demikian tepatlah jika pasal 29 UU 1945 b menyatakan bahwa “Negara berdasar kepada ketuhanan Yang Maha Esa”.
Pancasila sebagai nama falsafah dasar Negara yang merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia, yang diberikan oleh Bung Karno, adalah untuk menunjukkan kelima sila yang tercantum dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:
“Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Tuhan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyantan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, sertan dengan mewujudkan keadilan social bagi seluruh bangsa Indonesia.”
Kelima sila itu dilukiskan kedalam lambang Garuda Pancasila dam bentuk perisai yang seolah – olah digenggam garuda, yang sedang mngembangkan syapnya dan berdiri diatas pita Bhinneka Tunggal Ika. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dilukiskan sebagai bintang yang bersudut lima, didalam perisai kecil ditengah – tengah perisai besar. Kemudian didalam perisai besar dengan garis batasnya masing – masing terukis rantai sebagai sila kemanusiaan, beringin sebagai sila persatuan, kepala banteng sebagai sila kerakyatan, padi dan kapas sebagai sila keadilan social.
Menurut penulis letak bintang dalam perisai kecil terdiri ditengah – tengah perisai yang besar dari lukisan sila yang lain mengandung arti yang dalam. Ketuhanan Yang Maha Esa adalah saka guru dari silayang lain. Jadi tidaklah tepat jika Bung Karno menyatakan Pancasila menjadi trisila, menjadi sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan Ketuhanan Ynag Maha Esa, kemudian trisila itu dapat diperas lagi menjadi Ekasila, maka Ekasila seharusnya adalah Ketuhanan Ynag Maha Esa.
Panca sila adalah cerminan dari Bhinneka Tunggal Ika, ia bukan “sumber dari segala sumber hukum” sebagaimana memorandum DPRGR tanggal 9 juni 1996 (Estiko Suparjono 19969: 7), melainkan ia adalah sumber dari segala sumber hukum ketatanegaraan Indonesia.

B. BHINNEKA TUNGGAL IKA.
Istilah Bhinneka Tunggal Ika berasal dari lontar Sutasomo karya Empu Tantular yang antara lain berbnyi:
“Bhinneka Tunggal Ika, tan hana Dharma Mangrwa”, maksudnya bebrbeda itu satu, tidak ada kebenaran (agama) mendua. Kata – kata lain dalam Hindu Bali misalnya:
“Ekam Eva Adwityam brahman”, yang maksudnya : hanya satu (Ekam Eva) tidak ada duanya (adwityam) brahmani (Hyang Widhi = Tuhan), jelasnya Tuhan itu hanya satu tidak ada duanya. Jadi istilah ika atau eka dapat berarti itu atau satu. Istilah Eka lainnya misalnya nama yang diberikan Pak Harto sebagai nama Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ialah Eka Prasetiya Pancakarsa TAP MPR no. 11/1978. Eka artinya satu, prasetiya artinya janji, panca artinya lima dan karsa artinya kehendak atau tekad. Jadi maksud Eka Prasetiya Pancakarsa adalah tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak, dalam arti kehendak untuk melaksanakan Pancasila.
Dengan demikian yang dimaksud dengan Bhinneka Tunggal Ika adalah walaupun berbeda (masyarakat, bahasa, adat, budaya, agama dan aliran pahamnya) namun satu jua negaranya, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi menurut penulis sesungguhnya bukan pancasila yang merupakan lambang persatuan tap Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila adalah lambing persatuan asas, jiwa atau pandangan hidup ketatanegaraan.
Persatuan Bhinneka Tunggal Ika untuk mewujudkan Negara kesatuan berdasarkan pancasila itu telah dimulai dari Kongres Pemuda tahun 1928, yaitu kongres dari berbagai golongan dan aliran pemuda, yang dikenal dengan istilah sumpah pemuda di Jakarata. Sejak masa itu pemuda Indonesia telah bertekad bulat mengaku bertanah air satu yaitu tanah air Indonesia, berbangsa satu yaitu bangsa Indonesia, berbahasa satu yaitu bahasa Indonesia.
Sehubungan dengan timbulnya bahaya perpecahan, maka Bung Karno selaku presiden Republik Indonesia pada waktu membuka Konstituante 10 November 1956 berseru didalam pidatonya:
“Tjintailah dan madjukanlah daerah asalmu, tapi tjintainjalan dan madjukanlah dalam rangka kesatuan tanah air dan bangsa Indonesia” (kementerian penerangan, 1956: 9).
Kemudian president Soeharto menyatakan pula :
“Ya, kita memang berbeda – beda tapi kita bertekad untuk bersatu ! Bhinneka Tunggal Ika ! apabila kita ingin bersatu, maka persoalan pokoknya bukan menghilangkan perbedaan – perbedaan tadi. Itu adalah mustahil, karena bertentangan dengan kodrat …… Persatuan kesatuan Nasional harus terus terpelihara dan diperkokoh. Usaha – usaha ini tidak akan ada henti – hentinya. Karena persatuan dan kesatuan bangsa merupakn kekuatan dan modal utama bagi bangsa untuk maju dan mencapai cita – citanya” (Soeharto 1976: 53).
Jadi betapa pentingnya persatuan itu, betapa pentingnya Bhnneka Tunggal Ika itu, namun sebagaimana dikatakan Mohammad Roem dalam mengakhiri tulisannya tentang Soekarni, anak dari zamannya (Harian Kompas 15 Agusts 1983).
“manusia membuat rencana, tapi rencana Tuhanlah yang berlaku. Kata bersayap ini sudah saya dengar diucapkan berkali – kali dalam berbagai kesempatan oleh pemimpin – pemimpin dari berbagai macam aliran. Herankah kita, jika lahir lambang Negara Bhineka Tunggal Ika.”
Istilah yang kita bicarakan diatas merupakan istilah pandangan hidup nasional yang tercermin dalam lambang nasional. Di daerah - daerah di Indonesia terdapat pula lambang dan pandangan hidup lokal, baik yang resmi sebagai milik pemerintah daerah, maupun yang tidak resmi atau milik golongan masyarakat.

C. SANG BHUMI RUWA JURAI
Kata – kata Sang Bhumi Ruwa Jurai tervantum dalam lambang daerah tingkat 1 Propinsi Lampung. Lambang daerah Lampung itu berbentuk perisai bersegi lima dengan lukisan Payung yang melindungi siger (mahkota) dengan sebuah gong bersilang laduk (golok) dan payan (tumbak) di belakangnya, yang dilingkari setangkai padi dan setangkai lada yang bertolak dari aksara asli, dengan pita bertulisan Sang Bhumi Ruwa Jurai.
Kata – kata Sang Bhumi Ruwa Jurai adalah bahasa daerah yang terdiri dari kata Sang artinya yang mulia, bumi artinya tanah kediaman, ruwa artinya dua, jurai artinya garis keturunan. Jadi Sang Bumi Ruwa Jurai adalah tanah kediaman mulia dari dua asal keturunan, yaitu masyarakat pnduduk asli dengan masyarakat pendatang atau (transmigrasi).
Dengan demikian arti filsafat dari lambang itu adalah walaupun Masyarakat Lampung berbeda asal - usulnya, namun ia bersatu dan rukun dalam satu kesatuan daerah, membangun bersama daerahnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahterah dalam kesatuan Republik Indonesai berdasarkan Pancasila. Negara kesatuan dilambangkan dalam bentuk paying yang berjari 17, beruas tepi 8, bergaris batas ruas 19 dan berumbai 45.
Selain lambang daerah yang resmi tersebut, dikalangan masyarakat penduduk asli, masih terdapat pandangan hidup yang disebut Pi-iL Pessenggiri dalam arti mempunyai harga diri, ditarik dari kat pi-il yang rasa (malu) pessenggiri yang artinya kepribadian (tidak mau kalah). Jadi pi-il orang Lampung terdiri dari lima sila, yaitu pessenggiri artinya tidak mau kalah, nemui nyimah artinya suka menerima dan memberi, nengah nyappur artinya suka bergaul dan bermusyawarah, sakai sambayan artinya suka tolong menolong, dan juluk edek artinya suka bergelar dan bernama baik.

D. SWASTIKA
Di Bali selain lambang daerah, terdapat pula lambang keagamaan, yang merupakan lambang suci agama Hindu yaitu Swastika. Lambang ini berbentuk silang mirip dengan lambang Nazi Jerman Hitler, atau mirip dengan galaxy (kumpulan bintang – bintang di cakrawala) yang merupakan dasar kekuatan alam.
Menurut ajaran Hindu Bali kata Swastika itu terdiri dari kata Su (baik), asti (adalah), ke (menunjukkan sifat). Jadi swastika berarti bersifat baik. Kata – kata itu terjelma pula dalam pergaulan, misalnya ketika memberi salam dengan menyebut om swastiastu, maksudnya om (aksana suci untuk Sang Hyang Widhi), Swasti adalah baik, astu (mudah - mudahan). Jadi om swastiastu adalah semoga (anda) dalam keadaan baik atas karunia Sang Hyang Widhi (Tuhan). Jika menjawab salam menyebut om shanty, shanty, shanty, maksudnya semoga damai atas karunia Hyang Widhi.
Dalam bahasa Sansekerta Swasti adalah kebahagiaan, dengan demikian dapat disimpulakn bahwa pandangan hidup masyarakat Hindu Bali bertujuan mewujudkan kehidupan damai dan berbahagia. Hal mana dapat dibandingkan dengan ucapan agama Islam Assalamu ‘alaikum warahmatuLlahi Wa Barakatuh dalam arti selamatlah anda dan semoga Tuhan memberikan rahmat dan bekahnya. Begitu pula dalam Islam dikatakan baldatu thayyibatun wa Rabbun Gafur (surah Saba’ (43) ayat (15) yang artinya masyarakat atau Negara yang baik dan Tuhan Yang Maha Pengampun. Jadi dalam pandangan hidup Islam bertujuan mewujudkan Negara yang baik yang diridhoi Allah SWT.

E. MUSYAWARAH.
Istilah musyawarah berasal dari bahasa Arab dan ajaran Islam, misalnya di dalam Al-Qur’an surah Asysyuraa (42) ayat 38 dikatakan:
“Wallaziena tajaabu lirobbihim wa aqaamushshalata wa amruhum suraa bainahum wa mimma razaqnaahum yunfiqun”
Maksudnya:
“dan (bagi) oaring – orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan), dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan antara sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka”.
Di dalam kitab suci agama Kristen tentang permusyawaratan perwakilan antara lain dikatakan:
“Pada hari – hari itu berdirilah Petrus di tengah – tengah saudara – saudara yang sedang berkumpul itu, kira – kira seratus dua puluh orang banyaknya” (kis 1:15).
“Maka bersidanglah Rasul – Rasul dan penatua – penatua untuk membicarakan soal itu” (kis 15:6).
Dengan adanya ajaran – ajaran agama tersebut maka bertambah kuatlah system deokrasi diantarakalangan rakyat yang memang sejak zaman melayu polinesia, masyarakat adapt yang di dusun dan di desa, dilinkungan kerabatnya, telah melaksanakan system musyawarah dalam melaksanakan pemerintahan kekerabatannya.
Peribahasa Melaayu mengatakan:
“Bulat air oleh pembuluh,
Bulat kata oleh mufakat”, artinya, bersatunya air karena adanya penyalur, bersatunya kata karena mufakat. Jadi mungkin saja didalam permusyawaratan terjadi perbedaan pendapat, namun dikarenakan saling pengertian di antara pesertanya menimbulkan kesepakatan.
Demikian masyarakat Indonesia di dusun – dusun (Sumatera Selatan, Gorontalo), di marga – marga (Sumatera Selatan, Lampung), di Hutan dan Kuria (Tanah Batak), di nagari – nagari dan kampuang (Minangkabau), atau di desa – desa dan pedukuhan (di Jawa) dan berbagai daerah lainnya. Kesemuanya dalam mencari suatu penyalesaian dalam masalah dipecahkan dengan musyawarah dan mufakat.
Jika kesepakatan telah tercapai maka semua anggota masyarakat mantaati dan melaksanakan keputusan pemimpinnya. Adanya ketaatan rakyat kepada pimpinannya dikarenakan rakyat telah mengkrarkan kepemimpinannya kepada pemimpin ketika pemimpinnya itu diangkat dalam suatu upacara. Di daerah Gorontalo Sulawesi Utara, ketika upacara pengangkatan marsaoleh (kepala daerah) dikrarkan oleh wakil – wakil rakyat terhadapnya sebagai berikut:
“Hulanggili hulalata, wolihi patoo data, wapato piatu buata, holo tapilangata, latau datata, mahinti mongolomota Bali mopoopatoto, moputi ode huatu”.
Maksudnya:
“Bulan kerajaan, bulan dataran. Tiang tumpuan Negara. Empat rotan pemukul. Pada tuan sekalian bersandarlah kepercayaan khalayak ramai. Penyelidik dan pemeriksa. Yang sekaligus memberikan penerangan, yang mungungkapkan kesucian” (Haga, 1981 : 20).
Tetapi jika kemudian pemerintahan yang baik diabaikan pemimpin, selagi mereka tahan mereka diam, setelah mereka tak tahan mereka pergi meningglkan kampong halaman pindah ketempat lain memasuki permusyawaratan yang lain yang dianggapnya baik. Di Lampung disebut “liwak pepadun” (memisah musyawarah), karena para anggota masyarakat adapt bersangkutan sudah merasa tidak mempunyai pemimpin yang baik lagi.
Dalam hal ini peribahasa Aceh mengatakan:
“Paleh sagou meuleuhob jurong, paleh gampong tan ureueng tuha”(Dhani, 1982: 5).
Maksudnya :
“Rusak segi (daerah) karena kotornya jurung, rusak kampong karena tak ada orang tua (orang yang baik)”.
Di dalam pembukaan UUD 1945 alenia keempat akhir dikatakan “….. kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Kalimat tesebut mangandung arti pancasila,yaitu demokrasi berdasarkan himat kebijaksanaan permusawaratan perwakilan, yang berarti bahwa tinadakan bersama diambil setelah ada keputusan bersama. Tindakan dan jeputusan bersamam itu ahrus bertanggung jawab kepada Tuahan Yang Maha Esa, menjunjung nilai – nilai kemanusiaan, menjamin dan memperkokoh persatuan bangsa, dan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

F. MAYARAKAT HUKUM ADAT.
Di dalam penjelasan UU no.15 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, umum no.6, antara lain dikatakan bahwa UU ini tetap mengakui adanya kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum, adat istiadat dan kebiasaan – kebiasaan yang masih hidup sepanjang menunjang kelangsungan pembangunan ketahanan Nasional. Dengan demikian Undang – Undang Perintahan Desa tetap mengakui adanya kesatuan masyaraat termasuk didalamnya masyarakat hokum, adapt istiadat dan kebiasaan – kebiasaan yang masih hidup sepanjang menunjang kelangsunan pembangunan ketahanan Nasional. Dengan demikian Undang – Undang Pemerintahan Desa tetap mengakui adnya kesatuan masyarakat hokum adapt. Di bwah ini akan kita telaah tentang persekutuan hokum adapt.
Persekutuan Hukum Adat dapat dibedakan antara bentuk perseketuan kekerabatan (keluarga, kerabat, marga), persekutuan ketetanggaan (kampong, dusun, desa, kuria, nagari, marga) dan perseketuan keorganisasian (perkumpukan social budaya – agama, social – ekonomi - plitik).
Istilah masyarakat hukum merupakan tejemahan dari istilah asing Belanda rechtsgemeenschap, kemudian untuk masyarakat hukum adapt disebut adatrechtsgemeenschap.
Di dalam kepustakaan hukum adakalanya dipakai istilah masyarakat hukum adat atau persekutuan hukum adat. Bagi kami istilah masyarakat hukum adat pengertiannya bersifat umum dan luas, misalnya dikatakan masyarakat hukum adat Batak, Minangkabau, Sunda, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan sebaginya. Sedangkan istilah persekutuan hukum adapt kekerabatan, ketetanggaan atau keorganisasian, atau dilihat dari lingkungan masyarakatnya, misalnya untuk masyrakat hukum adapt Minangkabau disebut persekutuan hukum adapt Bodi – Caniago, koto – piliang, pesisir, atau seperti di Lampung persekutuan hukum adapt pepaduan dan pesisir.
Antara bentuk persekutuan itu terdapat perbedaan cirinya, terutama yang sifatnya khas adalah dalam persekutuan hukum adapt kekerabatan. Namun antara bentuk yang satu dan yang lain tidak berarti lepas kaitannya dilihat dari keanggotaannya, oleh karena dalam kehidupan masyarakat yang berkembang maju orang – seorang sebagai anggota masyarakat tidak hanya terikat pada hanya satu keanggotaan persekutuan saja, melainkan lebih dari satu kesatuan. Misalnya seorang warga desa adalah anggota persekutuan kekerabatan (sanak – sedulur), anggota persekutuan ketetanggaan (golongan karya, partai politik, perkupulan pengajian dan sebagainya).

G. PERSEKUTUAN KEKERABATAN.
Dengan istilah persekutuan kekerabatan yang dimaksud adalah bentuk – bentuk hubungan kekerabatan yang terjadi dikarenakan ikatan darah (genealogis) berdasarkan keturunan melalui garis ayah (patrilinial), atau melalui garis ibu (matriliniar) atau melalui garis kedua orang tua (parental, bilateral). Termasuk dalam hunbungan kekerabatan ini adalah anggota – anggota kerabat yang terjadi dikarenakan hubungan perkawinan (jujur, semanda, bebas). Begitu pula termasuk disini ialah anggota – anggota kerabat yang terjadi dikarenakan hubungan atau ikatan adapt (bersaudara angkat). Persekutuan – persekutuan kekerabatan itu mempunyai tata – tertib adapt sendiri bahkan adakalanya mempunyai harta bersama, milik bersama, yang dikuasai secara bersama, untuk kepentingan bersama.
Di daerah Batak yang persekutuan kekerabatannya bersiat patrilinial, untuk menyatakan kerbat satu keturunan menurat garis bapak, dipakai istilah marga. Jadi marga adalah kesatuan anggota kerbat yang berasal dari satu bapak asal. Nama – nama marga itu adakalanya merupakan nama daerah, kampong asal, seperti di daerah Toba terdapat nama – nama marga Hutabarat, Hutapea, Hutasoit, Hutajulu, Hutarutuk, dan sebagainya, dan adakalanya merupakan nama leluhur, seperti Pangabean, Simatupang, Silitonga, Siregar, Nasution, Lubis, dan sebagainya. Di daerah Karo dipakai istilah merga, misalnya tekenal nama merga silima, yang tediri dari Marga – merga Ginting, karo – karo, Perangin – angina, sembiring dan tarigan (Djaren Saragih Cs, 1980: 23).
Di daerah Lampung yang persekutuan kekerabatannya juga bersifat patrilinial, untuk menyatakan kerabat satu keturunan menurut garis Bapak, dipakai istilah buway. Nama – nama buway itu dipakai nama bapak aslinya, seperti Buway Nunyai, Buway Unyi, Buway Nuban, Buway Subing, Buway Nobang, Nuway belunguh, Buway Perja, Buway Pemuka, dan sebagainya. Istilah marga atau mergou atau migou di daerah ini digunakan untuk menyatakan suatu kesatuan wilayah perseketuan hukum adapt, sama dengan Marga di Sumatera Selatan, Nagari di Minagkabau, Negory di Ambon.
Di daerah Minangkabau yang persekutuan kekerabatannya bersifat matrilineal, untuk menyatakan kerabat satu keturunan Ibu asal, dapakai istilah parui (perut). Jadi kerabat yang anggotanya berasal dari satu ibu disebut sebuah pariuk, maksudnya dari satu perut (Westenenk, 1981: 37). Sebagai kepala dari satu paruik adalah penghulu yang dipilih adri anggota kerabat yang pria dianggap cakap untuk itu. Jadi berbeda dari Lampung yang meakai istilah punyinmbang (pun = yang dihormati, nyimbang = yang mewarisi), misalnya disebut punyimbang buway utuk kepala keturunan, punyimbang menyanak untuk kepala kerabat kecil, punyimbang nuwou untuk kepala kerabat serumah besar, punyimbang marga untuk kepala kerabat yang semarga, yang terdiri dari satu keturunan inti atau merupakan gabungan dari beberapa keturunan. Para puntimbang itu tidak dipilih, melainkan berdasarkan keturunan yang dilimpahkan kepada anak laki – laki yang tertua dari keturunan yang tertua.
Dilingkungan adat Jawa bersifat parental, tidak ada bentuk prsekutuan berdasarkan ikatan darah yang luas. Keluarga jawa hanya terdiri dari orang tua (ayah dan ibu) beserta anak – anak yang belum mandiri (berdiri sendiri). Dalam hal ini Soepomo mengatakan:
“Keluarga Djawa, tidak bersfat persekutuan hukum. Sesuatu kearga djawa mempunjai harta benda rumah tangga jang tetap ada, meskipun kepala rumah tangga meninggal dunia. Kepala rumah tangga atau kepala keluaraga itu mempunjai otoriter terhadap anggota – anggota keluarga (jaitu anak – anaknja sendiri), akan tetapi keluarga Djawa tidak bersifat tetap, keluarga itu akan bubar berhubung anak – anak dari keluarga itu akan mentjar, setelah mereka menjadi deawasa; anak – anak itu akan membentuk keluarga – keluarga baru. Pun oleh karena pertjeraian, sesuatu persekutuan keluarga dapat bubar” (Soepomo, 1967 : 44).
Oleh karenanya masyarakat adapt Jawa kehidupannya tiak berdasarkan persekutuan kekerabatan, melainkan persekutuan ketetanggaan.

H. PERSEKUTUAN KETETANGGAAN.
Istilah ketetanggaan mengandung mengeandung arti adanya hubungan bertetangga rumah, yang ikatannya didasarkan atas rasa kekeluargaan antara seama anggota dikarenakan mendiami satu kesatuan tempat kediaman, di pedukuhan atau di desa. Peri bahasa Jawa mengatakan:
“dudu sanak dudu kadang ning yen mati melu kelangan”. Maksudnya, sanak bukan, saudara bukan, jika ada yang mati merasa ikut kehilangan.
Sesungguhnya peribahasa itu menunjukkan kepribadian bangsa Indonesia asli yang tradisional di pedesaan. Namun pengaryunya terbawa pulaoleh masyarakat do kota – kota yang rasa kekeluargaannya masih kuat dalam kehudupan bertetangga, baik bertetangga karena mendiami satu lingkungan tempat kediaman, maupun karena satu lapangan tempat kerja, di kantor – kantor, di pabrik – pabrik, dan sebagainya.
Dalam kepribadian ini berlaku asas tolong – menolong tanpa melihat adanya hubungan kekeluargaan atau tidak, tanpa memperhatikan ada tidaknya hubungan kesukuan, keagamaan, golongan dan aliran, yang dilihat ialah hubungan ketetanggaan, sebagai tetangga selingkungan tempat kediaman, sekampung sedesa atau juga setempat bekerja. Sehingga jika ada tetangga yang kematian, tetangga lainnya dtang berkunjung untuk ikut serta belasungkawa.
Pada umumnya di Indonesia bentuk persekutuan ketetanggan dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu persekutuan yang organisasi kemasyarakatannya berdasarkan kesatuan wilayah semata – mata (territorial) dan persekututn yang organisasi kemasyarakatannya berdasarkan kesatuan wilayah dan kesatuan keturunan atau kekerabatan (territorial - geneologis).
Persekutuan yang semata – mata bersifat territorial adalah seperti meunasah atau ganpong yang dikepalai oleh imeum atau keucik di Aceh, dusun yang dikepalai oleh krio di Sumatera Selatan, lembur yang dikepalai oleh mandor di Pasundan, desa yang dikepalai lurah di Jawa atau klian desa di Bali, dan sebagainya. Persekutuan yang bersifat territorial geneologis adalah seperi huta di Batak, atau kampuang di Minangkabau yang dikepalai oleh penghulu, tiyuh yang dikepalai oleh tamukung di Timor (Dawan), sao yang dikepalai oleh kepala sao di Ambon, dan sebagainya.
Dengan dua bentuk macam persekutuan tetangga itu, maka terdapat dua macam system kepemimpinan di desa – desa. Di desa – desa yang semata – mata berdasarkan kesatuan wilayah, kepemimpinan desa dipegang oleh kepala desa yang sekalgus menjadi ketua Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dan nertindak sebagai kepala adapt. Sedangkan di desa – desa yang tidak hanya berdasarkan kesatuan wilayah saja tetapi kesatuan kerabat atau kesatuan adapt, kepemimpinan desa dipegang oleh kepala desa, sedangkan kepemimpinan adapt dipegang oleh kepala adapt dengan musyawarah adatnya masing – masing.
Denga lahirnya UU Pemerintahan Desa no.5 tahun 1979 yang berlaku sejak tanggal 1 Desember 1979, maka kedudukan pemerintahan desa sejauh mungkin diseragamkan. Di dalam UU tersebut yang dimaksud desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh seumlah penduduk sebagi keatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawa camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Republik Indonesia (pasal 1a).
Kemudian suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibwah camat, yang tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, seperti terdapat di kota – kota, disebut kelurahan (pasal 1b). sedangkan dusun adalah bagian wilayah dalam desa yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan pemerintah desa (pasal 1c) dan lingkungan adalah bagian wilayah dalam kelurahan yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan kelurahan (pasal 1d).
Dengan demikian maka bentuk dan corak pemeritahan desa yang beraneka ragam berdasarkan IGO (Stbl. 1906. no. 38) dan IGO (Stbl. 1938. no. 490. jo Stbl. 1938. no. 681) buatan Belanda itu sudah terhapus karena tidak sesuai dengan bentuk dan system Negara Repblik Indonesia.

I. PERSEKUTUAN KEORGANISASIAN
Istilah keorganisasian yang dimaksud adalah hubngan keanggotaan dalam satu organisasi atau perkumpulan, dimana para anggotanya terikat satu sama lain berdasarkan rasa kekeluargaan dikarenakan terhimpun dalam satu kesatuan organisasi. Organisasi dimaksud adalah suatu badan (orgaan), yang mempunyai kepala (ketua), mempunyai tangan (penulis), mempunyai perut (bendahara), dan mempunyai kaki (pelaksana).
Organisasi aau kumpulan itu dapat berbentuk sederhana yang tidak begitu teratur dan dapat berbentuk modern yang teratur dengan memakai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang tertulis. Misalnya perkumpulan keagamaan, senibudaya, muda – mudi, olah – raga, golongan ekonomi, golongan karya, golongan politik dan sebagainya. Namun yang penting dalam kita menempatkannya sebagai persekutuan hukum adapt adalah bahwa sebagai perkumpulan itu berdasarkan asas kekeluargaan dan diatur menurut hukum adatnya masing – masing, jadi bukan semata – mata berdasarkan kepentingan.
Istilah perkumpulan beasal dari bahasa Indonesia kumpul, artinya bersama - sama menjadi satu. Kumpulan artinya (kelompok) yang telah berkumpul, sedangka perkumpulan berarti tempat berkumpul atau tempat berhimpun menjadi satu. Perkumpulan dapat juga disebut himpunan.
Di desa – desa Jawa sering didengar orang berkata kumpulan di kelurahan, artinya mengadakan pertemun di kelurahan. Tetapi juga dalam bahasa sehari – hari kumpulan berarti juga kumpulan yang sifatnya tidak tetap melainkan menurut kebutuhan. Di Bali kumpulan atau perkumpulan itu disebut seka, misalnya kumpulan menanam disebut seka memula, kumpulan mengeam disebut seka manyi, kumpulan para pemuda disebut seku truna, kumpulan para gadis disebut seka daha, kumpulan teri baris disebut seka baris, kumpulan tbuhan disebut seka gong.
Di berbagai daerah di Indonesia, baik didesa – desa maupun di kota – kota terdapat banyak macam perkumpulan dengan berbagai mcam nama, menurut tunjuan perkumpulan atau menurut nama tempat atau pemimpinnya. Tetapi banyak juga perkumpulan yang mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai pimpinan tetapi tidak memakai nama tertentu. Misalnya kumpulan muli – menganai (bukang gadis) di Lampung yang sewaktu – waktu mwngadakan pertemuan untuk melaksanakan kegiatan adapt itu tanpa nama, tetapi mempunyai pimpinan yang disebut kepalo menganai (kepala bujang) dan kepalo mulei (kepala gadis).
Perkumpulan keagamaan sederhana sering juga tidak memakai nama tertentu, misalnya hanya disebut pengajian atau karena tempat mengjinya di mesjid Al-Muttaqien maka pengajiannya disebut pengajian Al-Muttaqien. Pengajian itu dipimpin oleh guru agama tertentu atau secara berganti – ganti. Begitu pula kita kenala perkumpulan yang disebut rukun kematian atau tetulung layat, yang tujuannya untuk membantu keluarga yang kematian dengan menyediakan biaya penguburan, kain putih pembungkus mayat dan sebaganya.
Perkumpulan – perkumpulan itu sifatnya lokal terbatas pada lingkungan tertentu. Sifat lokal itu bukan hanya terdapat pada daerah sendiri tetapi juga di daerah perantauan, misalnya di kota – kota besar terdapat perkumpulan – perkumpulan mahasiswa atau pelajar dari berbagi daerah di Indonesia, yang tujuannya untuk mempererat kekeluargaan sedaerah asal
Perkumpulan yang sifatnya nasional kebanyakan berkedudukan di ibu kota Negara, di Jakarta atau di Yogyakarta dan kota lainnya. Misalnya kit kenal dengan organisasi yang disebut Himpuan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), dan sebagainya. Begitu pula dengan Golongan Karya (GOLKAR), dan partai – partai polotik, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dengan masing – masing mempunyai organisasi – organisasi pendukungknya.
Kesemua bentuk organisasi yang beraneka ragam itu mempunyai pemerintahan organisasi sendiri, mempunyai pengurus yang tetap dan teratur berdasarkan hkum adatnya masing – masing. Dengan demikian pengertian organisasi atau perkumpulan yang dimaksud adalah sebagaimana dikatakan Robert V. Presthus: “Organization is a system of structural interpersona relations” (Sutarto, 1981; 27). Jadi yang dimaksud organisasi disini adalah suatu system susunan hubungan – hubungan antar pribadi, dimana hubungan – hubunga itu berlaku menrurut hukum adapt terlepas dari hukum ketatanegaraan yang umum……

1 komentar: