SELAMAT DATANG DI MY BLOG

SEMOGA APA YANG TERDAPAT DI DALAM BLOG INI DAPAT BERMANFAAT BAGI SIAPAPUN YANG MEMBUTUHKANNYA DAN DIAMALKAN SEBAGAIMANA MESTINYA.

Minggu, 11 April 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2002

TENTANG

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya

masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi

kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,

penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang

dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

c. bahwa telah terjadi perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan yang

menegaskan pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian

Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing;

d. bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia sudah tidak memadai dan perlu diganti untuk disesuaikan dengan

pertumbuhan dan perkembangan hukum serta ketatanegaraan Republik Indonesia;

e. sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perlu dibentuk Undang-Undang

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2000 tentang

Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran

Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia;

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran

Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);

Dengan persetujuan bersama antara

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :

1. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara

Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum

Kepolisian.

4. Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian

Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan menjamin

keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat

sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam

rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan,

ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung

kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam

menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan

bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

6. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya

keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta

terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

7. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan

negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.

8. Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi

wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.

9. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan

suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau

tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

10. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi

wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

11. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang

berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai

wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang

yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

12. Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat

kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan yang

diatur dalam undang-undang.

13. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang

diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan

bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya.

14. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kapolri

adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab

penyelenggaraan fungsi kepolisian.

Pasal 2

Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan

keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 3

(1) Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

dibantu oleh :

a. kepolisian khusus;

b. penyidik pegawai negeri sipil; dan/atau

c. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

(2) Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, dan c,

melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Pasal 4

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam

negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan

tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak

asasi manusia.

Pasal 5

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam

rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan

satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

BAB II

SUSUNAN DAN KEDUDUKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pasal 6

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan peran dan fungsi

kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 5 meliputi seluruh wilayah

negara Republik Indonesia.

(2) Dalam rangka pelaksanaan peran dan fungsi kepolisian, wilayah negara Republik

Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Ketentuan mengenai daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 7

Susunan organisasi dan tata kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia disesuaikan

dengan kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenangnya yang diatur lebih lanjut dengan

Keputusan Presiden.

Pasal 8

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam

pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 9

(1) Kapolri menetapkan, menyelenggarakan, dan mengendalikan kebijakan teknis

kepolisian.

(2) Kapolri memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas

dan tanggung jawab atas :

a. penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian dalam rangka pelaksanaan tugas

Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan

b. penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 10

(1) Pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah hukum sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan

wewenang kepolisian secara hierarki.

(2) Ketentuan mengenai tanggung jawab secara hierarki sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 11

(1) Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat.

(2) Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan

Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.

(3) Persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap usul Presiden

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan dalam jangka waktu paling

lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh

Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban dalam waktu

sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), calon yang diajukan oleh Presiden dianggap

disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(5) Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan

mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat.

(6) Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.

(7) Tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (6) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

(8) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain yang

dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 12

(1) Jabatan penyidik dan penyidik pembantu adalah jabatan fungsional yang pejabatnya

diangkat dengan Keputusan Kapolri.

(2) Jabatan fungsional lainnya di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia

ditentukan dengan Keputusan Kapolri.

BAB III

TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 13

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. menegakkan hukum; dan

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Pasal 14

(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian

Negara Republik Indonesia bertugas :

a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan

masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan

kelancaran lalu lintas di jalan;

c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran

hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan

peraturan perundang-undangan;

d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian

khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai

dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium

forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan

hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan

dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh

instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam

lingkup tugas kepolisian; serta

l. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan

14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:

a. menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu

ketertiban umum;

c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam

persatuan dan kesatuan bangsa;

e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif

kepolisian;

f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam

rangka pencegahan;

g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i. mencari keterangan dan barang bukti;

j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka

pelayanan masyarakat;

l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan

pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan

lainnya berwenang :

a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan

masyarakat lainnya;

b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;

c. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan

senjata tajam;

f. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di

bidang jasa pengamanan;

g. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan

petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan

memberantas kejahatan internasional;

i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada

di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian

internasional;

k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan d

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16

(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan

14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk :

a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara

untuk kepentingan penyidikan;

c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;

d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda

pengenal diri;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan;

i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang

di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk

mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;

k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil

serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan

kepada penuntut umum; dan

l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

(2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan

penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut

:

a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut

dilakukan;

c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan

e. menghormati hak asasi manusia.

Pasal 17

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan wewenangnya di

seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang

bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18

(1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan

dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundangundangan,

serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 19

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik

Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma

agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan.

BAB IV

ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pasal 20

(1) Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdiri atas :

a. anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan

b. Pegawai Negeri Sipil.

(2) Terhadap Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b

berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.

Pasal 21

(1) Untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia seorang

calon harus memenuhi syarat sekurang-kurangnya sebagai berikut :

a. warga negara Indonesia;

b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

d. berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat;

e. berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun;

f. sehat jasmani dan rohani;

g. tidak pernah dipidana karena melakukan suatu kejahatan;

h. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan

i. lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan anggota kepolisian.

(2) Ketentuan mengenai pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 22

(1) Sebelum diangkat sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, seorang

calon anggota yang telah lulus pendidikan pembentukan wajib mengucapkan sumpah

atau janji menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pengambilan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 23

Lafal sumpah atau janji sebagaimana diatur dalam Pasal 22 adalah sebagai berikut :

"Demi Allah, saya bersumpah/berjanji :

bahwa saya, untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,

akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Tri Brata, Catur Prasatya, dan Negara Kesatuan

Republik Indonesia serta Pemerintah yang sah;

bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

melaksanakan kedinasan di Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dipercayakan

kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan

martabat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta akan senantiasa

mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara daripada kepentingan saya

sendiri, seseorang atau golongan;

bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut

perintah harus saya rahasiakan;

bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan

bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan menerima pemberian

berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada

kaitannya dengan pekerjaan saya".

Pasal 24

(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalani dinas keanggotaan dengan

ikatan dinas.

(2) Ketentuan mengenai ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih

lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 25

(1) Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberi pangkat yang

mencerminkan peran, fungsi dan kemampuan, serta sebagai keabsahan wewenang

dan tanggung jawab dalam penugasannya.

(2) Ketentuan mengenai susunan, sebutan, dan keselarasan pangkat-pangkat sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 26

(1) Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia memperoleh gaji dan hak-hak

lainnya yang adil dan layak.

(2) Ketentuan mengenai gaji dan hak-hak lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 27

(1) Untuk membina persatuan dan kesatuan serta meningkatkan semangat kerja dan

moril, diadakan peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Ketentuan mengenai peraturan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 28

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan

tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

(2) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan

dipilih.

(3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar

kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Pasal 29

(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan

umum.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 30

(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan dengan hormat

atau tidak dengan hormat.

(2) Usia pensiun maksimum anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia 58 (lima

puluh delapan) tahun dan bagi anggota yang memiliki keahlian khusus dan sangat

dibutuhkan dalam tugas kepolisian dapat dipertahankan sampai dengan 60 (enam

puluh) tahun.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V

PEMBINAAN PROFESI

Pasal 31

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya harus memiliki kemampuan profesi.

Pasal 32

(1) Pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi dan pengembangan pengetahuan

serta pengalamannya di bidang teknis kepolisian melalui pendidikan, pelatihan, dan

penugasan secara berjenjang dan berlanjut.

(2) Pembinaan kemampuan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih

lanjut dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 33

Guna menunjang pembinaan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan

pengkajian, penelitian, serta pengembangan ilmu dan teknologi kepolisian.

Pasal 34

(1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode

Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menjadi pedoman

bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya.

(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur

dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 35

(1) Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh

pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselesaikan oleh Komisi Kode Etik

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian

Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.

Pasal 36

(1) Setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dan pengemban fungsi

kepolisian lainnya wajib menunjukkan tanda pengenal sebagai keabsahan wewenang

dan tanggung jawab dalam mengemban fungsinya.

(2) Ketentuan mengenai bentuk, ukuran, pengeluaran, pemakaian, dan penggunaan tanda

pengenal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Kapolri.

BAB VI

LEMBAGA KEPOLISIAN NASIONAL

Pasal 37

(1) Lembaga kepolisian nasional yang disebut dengan Komisi Kepolisian Nasional

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

(2) Komisi Kepolisian Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan

Keputusan Presiden.

Pasal 38

(1) Komisi Kepolisian Nasional bertugas :

a. membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara

Republik Indonesia; dan

b. memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan

pemberhentian Kapolri.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Komisi

Kepolisian Nasional berwenang untuk :

a. mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian saran kepada

Presiden yang berkaitan dengan anggaran Kepolisian Negara Republik Indonesia,

pengembangan sumber daya manusia Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan

pengembangan sarana dan prasarana Kepolisian Negara Republik Indonesia;

b. memberikan saran dan pertimbangan lain kepada Presiden dalam upaya

mewujudkan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang profesional dan

mandiri; dan

c. menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan

menyampaikannya kepada Presiden.

Pasal 39

(1) Keanggotaan Komisi Kepolisian Nasional terdiri atas seorang Ketua merangkap

anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, seorang Sekretaris merangkap

anggota dan 6 (enam) orang anggota.

(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berasal dari unsur-unsur

pemerintah, pakar kepolisian, dan tokoh masyarakat.

(3) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tata kerja, pengangkatan dan pemberhentian

anggota Komisi Kepolisian Nasional diatur dengan Keputusan Presiden.

Pasal 40

Segala pembiayaan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas Komisi

Kepolisian Nasional dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB VII

BANTUAN, HUBUNGAN, DAN KERJA SAMA

Pasal 41

(1) Dalam rangka melaksanakan tugas keamanan, Kepolisian Negara Republik Indonesia

dapat meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia yang diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

(2) Dalam keadaan darurat militer dan keadaan perang, Kepolisian Negara Republik

Indonesia memberikan bantuan kepada Tentara Nasional Indonesia sesuai dengan

peraturan perundangan-undangan.

(3) Kepolisian Negara Republik Indonesia membantu secara aktif tugas pemeliharaan

perdamaian dunia di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 42

(1) Hubungan dan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan badan,

lembaga, serta instansi di dalam dan di luar negeri didasarkan atas sendi-sendi

hubungan fungsional, saling menghormati, saling membantu, mengutamakan

kepentingan umum, serta memperhatikan hierarki.

(2) Hubungan dan kerja sama di dalam negeri dilakukan terutama dengan unsur-unsur

pemerintah daerah, penegak hukum, badan, lembaga, instansi lain, serta masyarakat

dengan mengembangkan asas partisipasi dan subsidiaritas.

(3) Hubungan dan kerja sama luar negeri dilakukan terutama dengan badan-badan

kepolisian dan penegak hukum lain melalui kerja sama bilateral atau multilateral dan

badan pencegahan kejahatan baik dalam rangka tugas operasional maupun kerja sama

teknik dan pendidikan serta pelatihan.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku :

a. semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan mengenai

Kepolisian Negara Republik Indonesia dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan dengan Undang-Undang ini.

b. tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

yang sedang diperiksa baik di tingkat penyidikan maupun pemeriksaan di pengadilan

militer dan belum mendapat putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum

tetap berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan peradilan militer.

c. tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

yang belum diperiksa baik di tingkat penyidikan maupun pemeriksaan di pengadilan

militer berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di lingkungan peradilan

umum.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1997 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3710)

dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 45

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini

dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 8 Januari 2002

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 8 Januari 2002

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 2

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2002

TENTANG

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. UMUM

Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas Kepolisian Negara

Republik Indonesia sebelum Undang-Undang ini berlaku adalah Undang-Undang Nomor

28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun

1997 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3710) sebagai penyempurnaan dari

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian

Negara (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Nomor

2289).

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

telah memuat pokok-pokok mengenai tujuan, kedudukan, peranan dan tugas serta

pembinaan profesionalisme kepolisian, tetapi rumusan ketentuan yang tercantum di

dalamnya masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia

(Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran

Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368), dan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

(Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3369)

sehingga watak militernya masih terasa sangat dominan yang pada gilirannya

berpengaruh pula kepada sikap perilaku pejabat kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya

di lapangan.

Oleh karena itu, Undang-Undang ini diharapkan dapat memberikan penegasan watak

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Tri Brata dan

Catur Prasatya sebagai sumber nilai Kode Etik Kepolisian yang mengalir dari falsafah

Pancasila.

Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan merebaknya

fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi,

transparansi, dan akuntabilitas, telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat

tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang selanjutnya menyebabkan pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapan

masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

makin meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya.

Sejak ditetapkannya Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, Ketetapan

MPR RI No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, maka secara

konstitusional telah terjadi perubahan yang menegaskan rumusan tugas, fungsi, dan peran

Kepolisian Negara Republik Indonesia serta pemisahan kelembagaan Tentara Nasional

Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi

masing-masing.

Undang-Undang ini telah didasarkan kepada paradigma baru sehingga diharapkan dapat

lebih memantapkan kedudukan dan peranan serta pelaksanaan tugas Kepolisian Negara

Republik Indonesia sebagai bagian integral dari reformasi menyeluruh segenap tatanan

kehidupan bangsa dan negara dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil, makmur,

dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan

Kedua, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR RI No.

VII/MPR/2000, keamanan dalam negeri dirumuskan sebagai format tujuan Kepolisian

Negara Republik Indonesia dan secara konsisten dinyatakan dalam perincian tugas pokok

yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta

melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Namun, dalam penyelenggaraan

fungsi kepolisian, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara fungsional dibantu oleh

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan

swakarsa melalui pengembangan asas subsidiaritas dan asas partisipasi.

Asas legalitas sebagai aktualisasi paradigma supremasi hukum, dalam Undang-Undang

ini secara tegas dinyatakan dalam perincian kewenangan Kepolisian Negara Republik

Indonesia, yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana

sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Namun, tindakan pencegahan tetap diutamakan melalui pengembangan asas preventif dan

asas kewajiban umum kepolisian, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

Dalam hal ini setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki

kewenangan diskresi, yaitu kewenangan untuk bertindak demi kepentingan umum

berdasarkan penilaian sendiri.

Oleh karena itu, Undang-Undang ini mengatur pula pembinaan profesi dan kode etik

profesi agar tindakan pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat

dipertanggungjawabkan, baik secara hukum, moral, maupun secara teknik profesi dan

terutama hak asasi manusia.

Begitu pentingnya perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia karena menyangkut

harkat dan martabat manusia, Negara Republik Indonesia telah membentuk Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang ratifikasi Konvensi menentang penyiksaan dan

perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan

martabat manusia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib mempedomani dan menaati

ketentuan Undang-Undang di atas.

Di samping memperhatikan hak asasi manusia dalam setiap melaksanakan tugas dan

wewenangnya, setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib pula

memperhatikan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya,

antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,

ketentuan perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus, seperti Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Papua serta peraturan perundang-undangan

lainnya yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

Undang-Undang ini menampung pula pengaturan tentang keanggotaan Kepolisian

Negara Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 43

Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang

Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3890) yang meliputi pengaturan tertentu mengenai hak anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia baik hak kepegawaian, maupun hak politik, dan

kewajibannya tunduk pada kekuasaan peradilan umum.

Substansi lain yang baru dalam Undang-Undang ini adalah diaturnya lembaga kepolisian

nasional yang tugasnya memberikan saran kepada Presiden tentang arah kebijakan

kepolisian dan pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sesuai

amanat Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, selain terkandung pula fungsi

pengawasan fungsional terhadap kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia sehingga

kemandirian dan profesionalisme Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat terjamin.

Dengan landasan dan pertimbangan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dalam

kebulatannya yang utuh serta menyeluruh, diadakan penggantian atas Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tidak hanya

memuat susunan dan kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang serta peranan kepolisian,

tetapi juga mengatur tentang keanggotaan, pembinaan profesi, lembaga kepolisian

nasional, bantuan dan hubungan serta kerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam

negeri maupun di luar negeri.

Meskipun demikian, penerapan Undang-Undang ini akan ditentukan oleh komitmen para

pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap pelaksanaan tugasnya dan juga

komitmen masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam mewujudkan Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang mandiri, profesional, dan memenuhi harapan

masyarakat.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Fungsi kepolisian harus memperhatikan semangat penegakan HAM, hukum dan keadilan.

Pasal 3

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "dibantu" ialah dalam lingkup fungsi kepolisian, bersifat bantuan

fungsional dan tidak bersifat struktural hierarkis.

Huruf a

Yang dimaksud dengan "kepolisian khusus" ialah instansi dan/atau badan Pemerintah

yang oleh atau atas kuasa undang-undang (peraturan perundang-undangan) diberi

wewenang untuk melaksanakan fungsi kepolisian dibidang teknisnya masing-masing.

Wewenang bersifat khusus dan terbatas dalam "lingkungan kuasa soal-soal" (zaken

gebied) yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

hukumnya.

Contoh "kepolisian khusus" yaitu Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM

Depkes), Polsus Kehutanan, Polsus di lingkungan Imigrasi dan lain-lain.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan "bentuk-bentuk pengamanan swakarsa" adalah suatu bentuk

pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat

sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik

Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang jasa

pengamanan.

Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan kepolisian terbatas dalam

"lingkungan kuasa tempat" (teritoir gebied/ruimte gebied) meliputi lingkungan

pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan pendidikan.

Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan di pemukiman, satuan pengamanan

pada kawasan perkantoran atau satuan pengamanan pada pertokoan.

Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan kewenangan Kapolri.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 4

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang secara alamiah melekat pada setiap manusia

dalam kehidupan masyarakat, meliputi bukan saja hak perseorangan melainkan juga hak

masyarakat, bangsa dan negara yang secara utuh terdapat dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta sesuai pula dengan prinsip-prinsip yang

terkandung dalam Declaration of Human Rights, 1948 dan konvensi internasional

lainnya.

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)

Wilayah Negara Republik Indonesia adalah wilayah hukum berlakunya kedaulatan

Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pelaksanaan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia meliputi seluruh wilayah

Negara Republik Indonesia, sehingga setiap pejabat Kepolisian Negara Republik

Indonesia dapat melaksanakan kewenangannya di seluruh wilayah Negara Republik

Indonesia, terutama di wilayah dia ditugaskan.

Ayat (2)

Untuk melaksanakan peran dan fungsinya secara efektif dan efisien, wilayah Negara

Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas

dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan luas

wilayah, keadaan penduduk, dan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pembagian daerah hukum tersebut diusahakan serasi dengan pembagian wilayah

administratif pemerintahan di daerah dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab

kepada Presiden baik dibidang fungsi kepolisian preventif maupun represif yustisial.

Namun demikian pertanggungjawaban tersebut harus senantiasa berdasar kepada

ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga tidak terjadi intervensi yang dapat

berdampak negatif terhadap pemuliaan profesi kepolisian.

Pasal 9

Ayat (1)

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pimpinan teknis kepolisian menetapkan

kebijakan teknis kepolisian bagi seluruh pengemban fungsi dan mengawasi serta

mengendalikan pelaksanaannya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)

Yang dimaksud "dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat" adalah setelah

mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Ayat (2)

Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap usul pemberhentian

dan pengangkatan Kapolri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di

lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat. Usul pemberhentian Kapolri disampaikan oleh

Presiden dengan disertai alasan yang sah, antara lain masa jabatan Kapolri yang

bersangkutan telah berakhir, atas permintaan sendiri, memasuki usia pensiun,

berhalangan tetap, dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila

Dewan Perwakilan Rakyat menolak usul pemberhentian Kapolri, maka Presiden menarik

kembali usulannya, dan dapat mengajukan kembali permintaan persetujuan

pemberhentian Kapolri pada masa persidangan berikutnya.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "dua puluh hari kerja DPR-RI" ialah hari kerja di DPR-RI tidak

termasuk hari libur dan masa reses.

Sedangkan yang dimaksud dengan "sejak kapan surat Presiden tersebut berlaku" ialah

sejak surat Presiden diterima oleh Sekjen DPR-RI dan diterima secara administratif.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan "dalam keadaan mendesak" ialah suatu keadaan yang secara

yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementara Kapolri karena melanggar

sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara.

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan "jenjang kepangkatan" ialah prinsip senioritas dalam arti

penyandang pangkat tertinggi dibawah Kapolri yang dapat dicalonkan sebagai Kapolri.

Sedangkan yang dimaksud dengan "jenjang karier" ialah pengalaman penugasan dari Pati

calon Kapolri pada berbagai bidang profesi kepolisian atau berbagai macam jabatan di

kepolisian.

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Jabatan penyidik dan penyidik pembantu sebagai jabatan fungsional terkait dengan sifat

keahlian teknis yang memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas pokok Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "ditentukan" adalah suatu proses intern Kepolisian Negara

Republik Indonesia untuk menentukan jabatan fungsional lainnya yang diperlukan di

lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 13

Rumusan tugas pokok tersebut bukan merupakan urutan prioritas, ketiga-tiganya sama

penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok mana yang akan dikedepankan

sangat tergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada

dasarnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat

dikombinasikan. Di samping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma

hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan, serta menjunjung tinggi

hak asasi manusia.

Pasal 14

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama kepada

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penyelidikan dan penyidikan sehingga

secara umum diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap

semua tindak pidana. Namun demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak

mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Huruf h

Penyelenggaraan identifikasi kepolisian dimaksudkan untuk kepentingan penyidikan

tindak pidana dan pelayanan identifikasi non tindak pidana bagi masyarakat dan instansi

lain dalam rangka pelaksanaan fungsi kepolisian.

Adapun kedokteran kepolisian adalah meliputi antara lain kedokteran forensik,

odontologi forensik, dan pskiatri forensik yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan

tugas kepolisian.

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Hal ini dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebatas

pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan,

dan pelayanan masyarakat.

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan "penyakit masyarakat" antara lain pengemisan dan

pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan narkotika, pemabukan,

perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah darat, dan pungutan liar.

Wewenang yang dimaksud dalam ayat (1) ini dilaksanakan secara terakomodasi dengan

instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Huruf d

Yang dimaksud dengan "aliran" adalah semua aliran atau paham yang dapat

menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa antara lain

aliran kepercayaan yang bertentangan dengan falsafah dasar Negara Republik Indonesia.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Tindakan kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain menurut hukum yang

bertanggung jawab guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya

ketenteraman masyarakat.

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Keterangan dan barang bukti dimaksud adalah yang berkaitan baik dengan proses pidana

maupun dalam rangka tugas kepolisian pada umumnya.

Huruf j

Yang dimaksud dengan "Pusat Informasi Kriminal Nasional" adalah sistem jaringan dari

dokumentasi kriminal yang memuat baik data kejahatan dan pelanggaran maupun

kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas serta regristrasi dan identifikasi lalu lintas.

Huruf k

Surat Izin dan/atau surat keterangan yang dimaksud dikeluarkan atas dasar permintaan

yang berkepentingan.

Huruf l

Wewenang tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan instansi yang berkepentingan

atau permintaan masyarakat.

Huruf m

Yang dimaksud dengan "barang temuan" adalah barang yang tidak diketahui pemiliknya

yang ditemukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atau masyarakat

yang diserahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Barang temuan itu harus dilindungi oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan

ketentuan apabila dalam jangka waktu tertentu tidak diambil oleh yang berhak akan

diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kepolisian Negara Republik Indonesia setelah menerima barang temuan wajib segera

mengumumkan melalui media cetak, media elektronik dan/atau media pengumuman

lainnya.

Ayat (2)

Huruf a

Keramaian umum yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 510 ayat

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),

yaitu keramaian atau tontonan untuk umum dan mengadakan arak-arakan di jalan umum.

Kegiatan masyarakat lainnya adalah kegiatan yang dapat membahayakan keamanan

umum seperti diatur dalam Pasal 495 ayat (1), 496, 500, 501 ayat (2), dan 502 ayat (1)

KUHP.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Kegiatan politik yang memerlukan pemberitahuan kepada Kepolisian Negara Republik

Indonesia adalah kegiatan politik sebagaimana diatur dalam perundang-undangan di

bidang politik, antara lain kegiatan kampanye pemilihan umum (pemilu), pawai politik,

penyebaran pamflet, dan penampilan gambar/lukisan bermuatan politik yang disebarkan

kepada umum.

Huruf e

Yang dimaksud dengan "senjata tajam" dalam Undang-Undang ini adalah senjata

penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak termasuk barang-barang yang

nyata-nyata dipergunakan untuk pertanian, atau untuk pekerjaan rumah tangga, atau

untuk kepentingan melakukan pekerjaan yang sah, atau nyata untuk tujuan barang

pusaka, atau barang kuno, atau barang ajaib sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 12/Drt/1951.

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Yang dimaksud dengan "kejahatan internasional" adalah kejahatan tertentu yang

disepakati untuk ditanggulangi antar negara, antara lain kejahatan narkotika, uang palsu,

terorisme, dan perdagangan manusia.

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Dalam pelaksanaan tugas ini Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat oleh

ketentuan hukum internasional, baik perjanjian bilateral maupun perjanjian multilateral.

Dalam hubungan tersebut Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memberikan

bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian atas permintaan dari negara lain,

sebaliknya Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat meminta bantuan untuk

melakukan tindakan kepolisian dari negara lain sepanjang tidak bertentangan dengan

ketentuan hukum dari kedua negara.

Organisasi kepolisian internasional yang dimaksud, antara lain, International Criminal

Police Organization (ICPO-Interpol).

Fungsi National Central Bureau ICPO-Interpol Indonesia dilaksanakan oleh Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

Huruf k

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Larangan kepada setiap orang untuk meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara maksudnya untuk pengamanan tempat kejadian perkara serta barang bukti.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Kewenangan ini merupakan kewenangan umum dan kewenangan dalam proses pidana,

dalam pelaksanaannya anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib

menunjukkan identitasnya.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Yang dimaksud dengan "menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum", termasuk

tersangka dan barang buktinya.

Huruf j

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dapat mengajukan permintaan cegah

tangkal dalam keadaan mendesak atau mendadak paling rendah setingkat Kepala

Kepolisian Resort, selanjutnya paling lambat dua puluh hari harus dikukuhkan oleh

Keputusan Kapolri.

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "bertindak menurut penilaiannya sendiri" adalah suatu tindakan

yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam

bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul

untuk kepentingan umum.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Kata "sekurang-kurangnya" dimaksudkan untuk menjelaskan sebagian persyaratan yang

bersifat mutlak, karena selain yang tercantum dalam Undang-Undang ini masih ada

persyaratan lain yang harus dipenuhi.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia"

meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan dan pengakhiran dinas.

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Kalimat pengantar dan penutup sumpah/janji bagi calon anggota yang akan

disumpah/janji disesuaikan dengan agama dan kepercayaannya.

Pasal 24

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "menjalani ikatan dinas" adalah suatu kewajiban bagi anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk bekerja di lingkungan Kepolisian Negara

Republik Indonesia selama kurun waktu tertentu mengaplikasikan Ilmu Pengetahuan

Kepolisian yang diperoleh dari Lembaga Pendidikan Pembentukan anggota Kepolisian

Negara Republik Indonesia melalui pengabdiannya kepada bangsa dan negara Republik

Indonesia dengan patuh serta taat menjalankan pekerjaannya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "bersikap netral" adalah bahwa anggota Kepolisian Negara

Republik Indonesia bebas dari pengaruh semua partai politik, golongan dan dilarang

menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Ayat (2)

Meskipun anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak

memilih dan dipilih, namun keikutsertaan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam

menentukan arah kebijakan nasional disalurkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "jabatan di luar kepolisian" adalah jabatan yang tidak mempunyai

sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah adalah menyangkut pelaksanaan teknis

institusional.

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Secara umum usia pensiun maksimum anggota Polri 58 tahun, bagi yang mempunyai

keahlian khusus dapat diperpanjang sampai dengan usia 60 tahun.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Pembinaan kemampuan profesi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

dilaksanakan melalui pembinaan etika profesi dan pengembangan pengetahuan serta

pengalaman penugasan secara berjenjang, berlanjut, dan terpadu.

Peningkatan dan pengembangan pengetahuan dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan

pelatihan, baik di dalam maupun di luar lingkungan Kepolisian Negara Republik

Indonesia, di lembaga pendidikan di dalam atau di luar negeri, serta berbagai bentuk

pelatihan lainnya sepanjang untuk meningkatkan profesionalisme. Sedangkan

pengalaman maksudnya adalah meliputi jenjang penugasan yang diarahkan untuk

memantapkan kemampuan dan prestasi.

Tuntutan pelaksanaan tugas serta pembinaan kemampuan profesi Kepolisian Negara

Republik Indonesia mengharuskan adanya lembaga pendidikan tinggi kepolisian yang

menyelenggarakan pendidikan ilmu kepolisian yang bersifat akademik maupun profesi

dan pengkajian teknologi kepolisian.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)

Ayat ini mengamanatkan agar setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan kepribadian

Bhayangkara Negara seutuhnya, yaitu pejuang pengawal dan pengaman Negara Republik

Indonesia. Selain itu, untuk mengabdikan diri sebagai alat negara penegak hukum, yang

tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga negara secara

langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi, oleh karena itu setiap

anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika

profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya. Etika profesi kepolisian

tersebut dirumuskan dalam kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasatya

yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 35

Ayat (1)

Mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berkaitan

erat dengan hak serta kewajiban warga negara dan masyarakat secara langsung serta

diikat oleh kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka dalam hal

seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melaksanakan tugas dan

wewenangnya dianggap melanggar etika profesi, maka anggota tersebut harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Komisi Kode Etik Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

Ayat ini dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepolisian, sedangkan terhadap

pelanggaran hukum disiplin dan hukum pidana diselesaikan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Ayat (2)

Anggota Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia sepenuhnya anggota

Polri yang masih aktif dan mengenai susunannya disesuaikan dengan fungsi dan

kepangkatan anggota yang melanggar kode etik.

Pasal 36

Ayat (1)

Tanda pengenal dimaksud guna memberikan jaminan kepastian bagi masyarakat bahwa

dirinya berhadapan dengan petugas resmi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Ayat (1)

Huruf a

Arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkan Presiden

merupakan pedoman penyusunan kebijakan teknis Kepolisian yang menjadi lingkup

kewenangan Kapolri.

Huruf b

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan "keluhan" dalam ayat ini menyangkut penyalahgunaan

wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminatif, dan

penggunaan diskresi yang keliru, dan masyarakat berhak memperoleh informasi

mengenai penanganan keluhannya.

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "unsur-unsur Pemerintah" ialah pejabat Pemerintah setingkat

Menteri eks officio.

Yang dimaksud dengan "pakar kepolisian" ialah seseorang yang ahli di bidang ilmu

kepolisian.

Yang dimaksud dengan "tokoh masyarakat" ialah pimpinan informal masyarakat yang

telah terbukti menaruh perhatian terhadap kepolisian.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "tugas pemeliharaan perdamaian dunia" (Peace Keeping

Operation) adalah tugas-tugas yang diminta oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

pada suatu negara tertentu dengan biaya operasional, pertanggungjawaban dan

penggunaan atribut serta bendera PBB.

Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Hubungan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan pihak lain

dimaksudkan untuk kelancaran tugas kepolisian secara fungsional dengan tidak

mencampuri urusan instansi masing-masing.

Khusus hubungan kerja sama dengan Pemerintah Daerah adalah memberikan

pertimbangan aspek keamanan umum kepada Pemerintah Daerah dan instansi terkait

serta kegiatan masyarakat, dalam rangka menegakkan kewibawaan penyelenggaraan

pemerintahan di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "kerja sama multilateral", antara lain kerja sama dengan

International Criminal Police Organization-Interpol dan Aseanapol.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4168


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 28 TAHUN 1997

TENTANG

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa pembangunan nasional di bidang hukum adalah terbentuk dan berfungsinya sistem hukum

nasional yang mantap, bersumberkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan

memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku, yang mampu menjamin kepastian, ketertiban,

penegakan, dan perlindungan hukum serta untuk memantapkan penyelenggaraan pembinaan keamanan

umum dan ketenteraman masyarakat dalam sistem keamanan dan ketertiban masyarakat swakarsa

dengan berintikan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara penegak hukum yang

profesional, maka dianggap perlu untuk memberikan landasan hukum yang kukuh dalam tata susunan

tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

b. bahwa untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) Undang-undang

Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik

Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 tentang Perubahan

atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan

Negara Republik Indonesia dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan

Bersenjata Republik Indonesia, maka dianggap perlu untuk lebih memantapkan kedudukan, peranan,

dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai unsur Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia, yang terutama berperan memelihara keamanan dalam negeri, sebagai alat negara penegak

hukum, pengayom, dan pembimbing masyarakat yang melaksanakan fungsi kepolisian dalam tata

susunan kekuasaan badan-badan penegak hukum dan keadilan;

c. bahwa Undang-undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara

sudah tidak sesuai lagi dengan pertumbuhan dan perkembangan hukum serta ketatanegaraan Republik

Indonesia dan oleh karena itu perlu dicabut;

d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas perlu dibentuk undang-undang yang baru sebagai

pengganti Undang-undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian

Negara;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan

Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 tentang

Perubahan atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan

Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3368);

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi sesuai dengan

peraturan perundang-undangan;

2. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah setiap anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang masih aktif;

3. Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang sifatnya mengikat seluruh warga masyarakat dalam rangka memelihara ketertiban dan

menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

4. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu

prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional

yang ditandai oleh terjaminnya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman, yang

mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam

menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk

gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat;

5. Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas demi

terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat serta tercapainya tujuan pembangunan nasional;

6. Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undangundang

untuk melakukan penyelidikan;

7. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa

yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang;

8. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang untuk melakukan penyidikan;

9. Penyidik pegawai negeri sipil yang dapat disingkat PPNS adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu

yang berdasarkan undang-undang ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk

melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya

masing-masing;

10. Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang

tertentu dalam melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang;

11. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya;

12. Menteri adalah Menteri Pertahanan Keamanan Republik Indonesia;

13. Panglima adalah Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Pasal 2

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk menjamin tertib dan tegaknya hukum serta

terbinanya ketenteraman masyarakat guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka

terpeliharanya keamanan dalam negeri, terselenggaranya fungsi pertahanan keamanan negara, dan

tercapainya tujuan nasional dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Pasal 3

Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang penegakan hukum, perlindungan

dan pelayanan masyarakat, serta pembimbingan masyarakat dalam rangka terjaminnya tertib dan tegaknya

hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat guna terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat.

Pasal 4

(1) Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam melaksanakan

tugasnya dibantu oleh :

a. alat-alat kepolisian khusus;

b. penyidik pegawai negeri sipil;

c. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

(2) Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c

melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

hukumnya masing-masing.

Pasal 5

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang

terutama berperan memelihara keamanan dalam negeri.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan fungsi kepolisian.

BAB II

SUSUNAN KEPOLISIAN NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

Pasal 6

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

(2) Dalam rangka pelaksanaan fungsi kepolisian, wilayah negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah

hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Daerah hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 7

Susunan organisasi dan tata kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia disesuaikan dengan kepentingan

pelaksanaan tugas dan wewenangnya yang diatur lebih lanjut oleh Panglima atas usul Kepala Kepolisian

Republik Indonesia.

Pasal 8

(1) Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Dalam penyelenggaraan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden dibantu oleh Menteri

dan Panglima.

(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan

Presiden.

Pasal 9

(1) Kepala Kepolisian Republik Indonesia memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dan

menyelenggarakan pimpinan teknis kepolisian, menetapkan kebijakan, serta pengendaliannya.

(2) Kepala Kepolisian Republik Indonesia memimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawab atas:

a. penyelenggaraan kegiatan operasional kepolisian dalam rangka pelaksanaan tugas Kepolisian

Negara Republik Indonesia;

b. penyelenggaraan pembinaan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana

dimaksud pada:

a. ayat (2) huruf a bertanggung jawab kepada Menteri;

b. ayat (2) huruf b bertanggung jawab kepada Panglima.

(4) Tata cara pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diatur

lebih lanjut oleh Menteri dan ayat (3) huruf b oleh Panglima.

Pasal 10

(1) Pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6 ayat (2), bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian secara hierarki.

(2) Tanggung jawab secara hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Kepala

Kepolisian Republik Indonesia.

Pasal 11

(1) Kepala Kepolisian Republik Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

(2) Yang dapat diangkat menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia adalah Perwira Tinggi Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang masih aktif.

(3) Pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain yang dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut

oleh Panglima, atas usul Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

Pasal 12

(1) Jabatan penyidik dan penyidik pembantu adalah jabatan fungsional, dan pejabatnya diangkat oleh

Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

(2) Jabatan tertentu lainnya di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia ditentukan dan diusulkan

sebagai jabatan fungsional oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

BAB III

TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 13

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :

a. selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib hukum;

b. melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan perlindungan dan pelayanan

kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina

ketenteraman masyarakat dalam wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban

masyarakat;

d. membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang terselenggaranya usaha dan

kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c;

e. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik

Indonesia :

a. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan Hukum

Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

b. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, dan laboratorium forensik serta

psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

c. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

d. memelihara keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan

ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia;

e. menyelenggarakan segala kegiatan dalam rangka membina keamanan, ketertiban, dan kelancaran

lalu lintas di jalan;

f. melindungi dan melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara, sebelum ditangani oleh

instansi dan/atau pihak yang berwenang;

g. membina ketaatan diri warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

h. turut serta dalam pembinaan hukum nasional dan pembinaan kesadaran hukum masyarakat;

i. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap alat-alat kepolisian khusus,

penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa yang memiliki

kewenangan kepolisian terbatas;

j. melakukan pengawasan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi

instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

k. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional.

(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 :

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:

a. menerima laporan dan pengaduan;

b. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

c. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

d. mencari keterangan dan barang bukti;

e. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

f. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban

umum;

g. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

h. mengawasi aliran kepercayaan yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan

dan kesatuan bangsa;

i. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan

instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

j. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka

pencegahan;

k. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu;

l. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan

masyarakat;

m. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian yang

mengikat warga masyarakat.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya

berwenang:

a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;

b. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

c. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;

d. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;

e. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

f. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan

swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

g. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan

internasional;

h. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16

Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 di bidang proses

pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk :

a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan

penyidikan;

c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;

d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan;

i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi dalam keadaan mendesak untuk

melaksanakan cegah dan tangkal terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana;

k. memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima

hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum;

l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Pasal 17

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh wilayah

negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing tempat ia diangkat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Pasal 18

(1) Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan

yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan serta kode etik profesi

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 19

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan,

kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

(2) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepolisian Negara

Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan.

BAB IV

PEMBINAAN PROFESI

Pasal 20

Pembinaan kemampuan profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Panglima.

Pasal 21

Pembinaan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselenggarakan melalui pembinaan etika

profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalamannya di bidang teknis kepolisian melalui

pendidikan dan pelatihan serta penugasan secara berjenjang dan berlanjut.

Pasal 22

Guna menunjang pembinaan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 dilakukan

pengkajian, penelitian, serta pengembangan ilmu dan teknologi kepolisian.

Pasal 23

(1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada kode etik profesi

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia juga menjadi pedoman bagi pengemban fungsi

kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku di lingkungannya.

(3) Kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Republik

Indonesia.

Pasal 24

(1) Pelanggaran terhadap kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh pejabat Kepolisian

Negara Republik Indonesia diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur

dengan Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

Pasal 25

(1) Setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dan pengemban fungsi kepolisian lainnya wajib

menunjukkan tanda pengenal sebagai keabsahan wewenang dan tanggung jawab dalam mengemban

fungsinya.

(2) Bentuk, ukuran, pengeluaran, pemakaian, dan penggunaan tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

BAB V

HUBUNGAN DAN KERJA SAMA

Pasal 26

(1) Hubungan dan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan badan, lembaga, serta instansi

di dalam dan di luar negeri didasarkan atas sendi-sendi hubungan fungsional, saling menghormati,

saling membantu, mengutamakan kepentingan umum, serta memperhatikan hierarki.

(2) Hubungan dan kerja sama di dalam negeri dilakukan terutama dengan unsur-unsur pemerintah daerah,

badan, lembaga, instansi lainnya, serta masyarakat dengan mengembangkan asas partisipasi dan

subsidiaritas.

(3) Hubungan dan kerja sama luar negeri dilakukan terutama dengan badan-badan kepolisian dan penegak

hukum lainnya melalui kerja sama bilateral atau multilateral dan badan pencegahan kejahatan baik dalam

rangka tugas operasional maupun kerja sama teknik dan pendidikan serta pelatihan.

(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh

Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

BAB VI

KETENTUAN LAIN

Pasal 27

(1) Dalam keadaan sangat mendesak dan terpaksa untuk kepentingan umum, Kepolisian Negara Republik

Indonesia dapat meminta bantuan dan menggunakan unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

lainnya.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 28

Dalam keadaan bahaya, Kepolisian Negara Republik Indonesia melaksanakan tugas bersama-sama dengan

segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya sesuai dengan peraturan perundangundangan.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29

Dengan berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan mengenai Kepolisian Negara

Republik Indonesia dinyatakan tetap berlaku selama ketentuan baru berdasarkan Undang-undang ini belum

dikeluarkan dan sepanjang peraturan tersebut tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30

Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor REFR DOCNM="61uu013">13 Tahun 1961

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 245,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 2289 ) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 31

Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang Kepolisian" dan mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 7 Oktober 1997

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 7 Oktober 1997

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 81

PENJELASAN

ATAS

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 28 TAHUN 1997

TENTANG

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UMUM

Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik

Indonesia sebelum undang-undang ini berlaku adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 245, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 2289).

Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran

Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) dan Undang-undang Nomor 20

Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia

(Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telah

diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3368), dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan

Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3369) semakin dirasakan perlunya pemantapan kedudukan dan peranan serta pelaksanaan tugas Kepolisian

Negara Republik Indonesia sehingga akan lebih menegaskan keterkaitannya secara filosofis dengan

Pancasila sebagai falsafah/pandangan hidup bangsa dan dasar negara, secara konstitusional dengan

Undang-Undang Dasar 1945 dan perkembangan hukum serta secara sosiologis keterkaitannya dengan

sejarah perjuangan bangsa dan perkembangan ketatanegaraan. Meskipun Undang-undang Nomor 13 Tahun

1961 telah memuat pokok-pokok mengenai kedudukan, peranan, dan tugas Kepolisian Negara Republik

Indonesia, materi ketentuan yang tercantum di dalamnya masih berkaitan dengan Ketentuan Hukum Acara

Pidana yang lama, yaitu Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44) yang telah

dicabut dan digantikan oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, sehingga dengan sendirinya diperlukan

penyesuaian terhadap ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana telah mengatur secara lebih rinci

tentang kedudukan, peranan, dan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam kaitannya dengan

proses pidana sebagai penyelidik dan penyidik serta melaksanakan koordinasi dan pengawasan terhadap

Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

Namun demikian, sebagai bagian integral fungsi pemerintahan negara, ternyata fungsi kepolisian mempunyai

tataran luas, tidak sekedar aspek represif dalam kaitannya dengan proses pidana saja, tetapi mencakup pula

aspek preventif berupa tugas-tugas yang melekat pada fungsi utama administrasi negara mulai dari

bimbingan dan pengaturan sampai dengan tindakan kepolisian yang bersifat administrasi dan bukan

kompetensi pengadilan.

Dalam kaitannya dengan aspek preventif ini, terlihat peranan Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku

pengayom yang memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat serta selaku pembimbing

masyarakat ke arah terwujudnya tertib dan tegaknya hukum demi terjaminnya keamanan dan ketertiban

masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri serta melaksanakan tugas lain sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Selaku pengayom, peranan Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu dikembangkan melalui pemantapan

kewenangan bertindak menurut penilaian sendiri untuk kepentingan umum, sehingga upaya perlindungan

dan pelayanan terhadap masyarakat dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Sehubungan dengan itu, maka praktik kepolisian selama ini yang tidak melakukan penyidikan perkara yang

serba ringan sifatnya demi kepentingan umum, dapat dipandang sebagai upaya pengayoman, sehingga

dapat terus berlangsung.

Termasuk pula dalam hal ini peranan membina pengemban fungsi kepolisian yang tumbuh dan berkembang

secara sosiologis dalam tata kehidupan masyarakat.

Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1988 dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1988 tataran tugas Kepolisian Negara Republik

Indonesia terutama aspek preventif telah lebih tegas dinyatakan dalam kaitan kedudukannya sebagai

komponen Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yang berfungsi sebagai Kekuatan Pertahanan

Keamanan Negara dan sebagai Kekuatan Sosial Politik.

Namun demikian, karena tugas dan wewenang kepolisian bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga

negara secara langsung, perlu dirumuskan secara tegas dan terinci penyusunan undang-undang tersendiri

bagi Kepolisian

Negara Republik Indonesia sesuai dengan kedudukan dan fungsinya berdasarkan Undang-undang Nomor

20 Tahun 1982.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka Undang-undang tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia diharapkan dapat memberikan landasan dan dasar hukum yang lebih mantap bagi pelaksanaan

tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan kedudukannya berdasarkan Undang-undang

Nomor 20 Tahun 1982. Di sisi lain Undang-undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

diharapkan mampu memberikan jaminan yang lebih besar bagi terwujudnya kepastian hukum, ketertiban

hukum, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran.

Disamping itu, Undang-undang ini diharapkan pula dapat lebih menjamin tercapainya tujuan kepolisian,

yaitu "terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat dengan menjamin tegaknya tertib hukum serta

membina ketenteraman masyarakat, dalam rangka terselenggaranya fungsi pertahanan keamanan negara,

guna tercapainya tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945", melalui upaya

pembinaan profesi kepolisian dan pengembangan asas-asas kepolisian yang bersumber dari Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945.

Sesuai dengan sifat tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, diperlukan kesadaran dan kecakapan

teknis yang tinggi dan menuntut pembinaan kemampuan profesional kepolisian yang berbeda dari Prajurit

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia lainnya. Tugas penegakan hukum tidak pernah berhenti dan

pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia harus menjalankan tugas dan wewenangnya setiap waktu

dan tempat dengan menggunakan hukum sebagai alat utamanya serta selalu berdasarkan pada makna yang

terkandung dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu bahwa setiap warga negara bersamaan

kedudukannya dalam hukum.

Dengan demikian, dapat diwujudkan jati diri Kepolisian Negara Republik Indonesia yang lebih profesional,

mahir, terampil, bersih, dan berwibawa sehingga Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak semata-mata

mampu melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, tetapi sekaligus mampu membuktikan keberadaannya

sebagai aset nasional yang dicintai masyarakat.

Dengan landasan dan pertimbangan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dalam kebulatannya yang

utuh serta menyeluruh, diadakanlah pembaharuan atas Undang-undang Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang tidak hanya memuat kedudukan, tugas, fungsi, dan peranan kepolisian, tetapi juga mengatur

tentang pembinaan profesi, tanggung jawab, serta bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi pejabat

pengemban fungsi kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang secara alamiah melekat pada setiap manusia dalam kehidupan

masyarakat, meliputi bukan saja hak perseorangan melainkan juga hak masyarakat, bangsa, dan negara yang

secara utuh terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta sesuai pula dengan prinsip-prinsip yang

terkandung dalam Declaration of Human Rights, 1948 dan konvensi internasional lainnya.

Yang dimaksud dengan keamanan dalam negeri adalah suatu kondisi dinamis bangsa, negara, dan

pemerintah dalam rangka tercapainya tujuan Nasional yang ditandai oleh terjaminnya pelaksanaan

pemerintahan serta mampu menangkal segala ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yang datang

dari dalam negeri.

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kata "dibantu" pada ayat ini adalah dalam lingkup pelaksanaan fungsi kepolisian,

tidak bersifat struktural.

Huruf a

Yang dimaksud dengan alat-alat kepolisian khusus menurut Undang-undang ini adalah alat-alat atau badanbadan

pemerintahan yang oleh atau atas kuasa undang-undang diberi wewenang untuk melaksanakan

fungsi kepolisian di bidangnya masing-masing.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa adalah suatu bentuk pengamanan yang

diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh

pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia terdiri dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Tentara

Nasional Indonesia Angkatan Laut, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, dan Kepolisian Negara

Republik Indonesia. Walaupun merupakan unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Kepolisian

Negara Republik Indonesia bukan militer.

Sebagai unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai

tanggung jawab mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka keamanan dalam negeri dan

oleh karena itu Kepolisian Negara Republik Indonesia mengemban peran utama dalam menghadapi berbagai

jenis gangguan keamanan dalam negeri.

Ayat (2)

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai satu kesatuan maksudnya adalah satu landasan dalam

menjamin tertib dan tegaknya hukum serta membina ketenteraman masyarakat yang bertujuan memelihara

kesatuan dalam kebijakan dan pelaksanaan teknis kepolisian.

Pasal 6

Ayat (1)

Wilayah negara Republik Indonesia adalah wilayah hukum berlakunya kedaulatan negara Republik

Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan fungsi Kepolisian

Negara Republik Indonesia meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia sehingga setiap pejabat

Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melaksanakan kewenangannya di seluruh wilayah negara

Republik Indonesia, terutama di wilayah dia ditugaskan.

Ayat (2)

Untuk melaksanakan tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia secara efektif dan efisien,

wilayah negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas dan

wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan luas wilayah, keadaan penduduk,

kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan kepentingan pertahanan keamanan negara.

Dalam pelaksanaannya diusahakan serasi dengan pembagian wilayah administratif pemerintahan di daerah

dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Kepala Kepolisian Republik Indonesia sebagai pimpinan teknis kepolisian menetapkan kebijakan teknis

kepolisian baik preventif maupun represif bagi seluruh pengemban fungsi kepolisian dan mengawasi serta

mengendalikan pelaksanaannya. Dengan demikian, Kepala Kepolisian Republik Indonesia bertanggung

jawab dalam bidang preventif dan represif serta pembinaan profesi kepolisian dalam pelaksanaan tugas dan

wewenang kepolisian sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Untuk menjamin terselenggaranya maksud ayat ini dengan sebaik-baiknya, perlu terjalinnya koordinasi

antara Menteri dan Panglima.

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Jabatan penyidik dan penyidik pembantu sebagai jabatan fungsional terkait dengan sifat keahlian teknis

yang memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan ditentukan dan diusulkan pada ayat ini adalah suatu proses intern Kepolisian

Negara Republik Indonesia untuk menentukan jabatan fungsional lainnya yang diperlukan di lingkungan

Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kemudian setelah ditentukan, diusulkan kepada pejabat yang

berwenang guna memperoleh keputusan dan penetapan.

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)

Huruf a

Ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama kepada Kepolisian Negara

Republik Indonesia dalam penyelidikan dan penyidikan sehingga secara umum diberi kewenangan untuk

melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana.

Namun demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh

penyidik lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masingmasing.

Huruf b

Penyelenggaraan identifikasi kepolisian dimaksudkan untuk kepentingan penyidikan tindak pidana dan

pelayanan identifikasi non-tindak pidana bagi masyarakat dan instansi lain dalam rangka pelaksanaan fungsi

kepolisian.

Adapun kedokteran kepolisian adalah meliputi, antara lain : kedokteran forensik, odontologi forensik, dan

psikiatri forensik yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas kepolisian.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Hal ini dilakukan oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sebatas pengetahuan dan

kemampuannya untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan pelayanan masyarakat.

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Cukup jelas

Huruf k

Dalam pelaksanaan tugas ini, Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat oleh ketentuan hukum

internasional baik perjanjian bilateral maupun perjanjian multilateral.

Dalam hubungan tersebut Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memberikan bantuan untuk

melakukan tindakan kepolisian atas permintaan dari negara lain, sebaliknya Kepolisian Negara Republik

Indonesia dapat meminta bantuan tindakan kepolisian dari negara lain sepanjang tidak bertentangan dengan

ketentuan hukum dari kedua negara.

Organisasi kepolisian internasional yang dimaksud, antara lain, International Criminal Police Organization

(ICPO-Interpol).

Fungsi National Central Bureau ICPO-Interpol Indonesia dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Keterangan dan barang bukti dimaksud adalah yang berkaitan baik dengan proses pidana maupun dalam

rangka tugas kepolisian pada umumnya.

Huruf e

Yang dimaksud dengan Pusat Informasi Kriminal Nasional adalah sistem jaringan dari dokumentasi kriminal

yang memuat baik data kejahatan dan pelanggaran maupun kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas serta

registrasi dan identifikasi lalu lintas.

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Yang dimaksud dengan penyakit masyarakat, antara lain : pengemisan dan pergelandangan, pelacuran,

perjudian, penyalahgunaan obat dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, pengisapan/praktik

lintah darat, dan pungutan liar.

Wewenang yang dimaksud pada ayat ini dilaksanakan secara terkoordinasi dengan instansi terkait sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Huruf h

Tindakan mengawasi sudah mengandung tindakan tertentu terhadap aliran kepercayaan yang dapat

membahayakan masyarakat dan negara serta merupakan upaya pencegahan dan penanggulangannya. Dalam

hal ini dikembangkan koordinasi lintas sektoral dengan instansi terkait.

Huruf i

Wewenang tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan instansi yang berkepentingan atau permintaan

masyarakat.

Huruf j

Tindakan kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat.

Huruf k

Barang temuan adalah barang yang tidak diketahui pemiliknya yang ditemukan oleh pejabat Kepolisian

Negara Republik Indonesia atau masyarakat yang diserahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Barang temuan itu harus dilindungi oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan ketentuan apabila

dalam jangka waktu tertentu tidak diambil oleh yang berhak akan diselesaikan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Huruf l

Surat izin dan/atau surat keterangan yang dimaksud dikeluarkan atas dasar permintaan yang

berkepentingan.

Huruf m

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Wewenang yang dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Kejahatan internasional adalah kejahatan tertentu yang disepakati untuk ditanggulangi antar negara, antara

lain : kejahatan narkotika, uang palsu, terorisme, dan perdagangan manusia.

Huruf h

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 16

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Larangan kepada setiap orang untuk meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara maksudnya

untuk pengamanan tempat kejadian perkara serta barang bukti.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Kewenangan ini merupakan kewenangan umum dan kewenangan dalam proses pidana. Dalam

pelaksanaannya pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menunjukkan identitasnya.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Yang dimaksud dengan menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum termasuk tersangka dan barang

buktinya.

Huruf j

Kepolisian Negara Republik Indonesia karena sempitnya waktu dapat langsung meminta kepada petugas

imigrasi untuk melakukan cegah dan tangkal terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana, baik

yang hendak melarikan diri ke luar negeri maupun yang hendak masuk ke dalam wilayah Negara Republik

Indonesia.

Segera setelah itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib mengajukan hal tersebut kepada pejabat

yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari penyelidik dan penyidik untuk kepentingan

penyelidikan dan penyidikan dengan syarat:

a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan;

c. tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

d. atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa;

e. menghormati hak asasi manusia.

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Bertindak menurut penilaiannya sendiri adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh pejabat Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta risiko dari

tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, karena sifat tugasnya untuk mengabdikan diri sebagai alat

negara penegak hukum, memerlukan kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi dan menuntut pembinaan

profesi kepolisian yang berbeda dengan prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia lainnya.

Panglima mengatur pembinaan kemampuan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia termasuk pembinaan

kemampuan teknis profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang penyelenggaraannya menjadi tugas

dan tanggung jawab Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

Pasal 21

Pembinaan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dilaksanakan melalui pembinaan etika

profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalaman penugasan secara berjenjang, berlanjut, dan

terpadu.

Peningkatan dan pengembangan pengetahuan dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan, baik di

dalam maupun di luar lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, di lembaga pendidikan di dalam

atau di luar negeri, serta berbagai bentuk pelatihan lainnya sepanjang untuk meningkatkan profesionalisme.

Sedangkan pengalaman maksudnya adalah meliputi jenjang penugasan yang diarahkan untuk memantapkan

kemampuan dan prestasi.

Tuntutan pelaksanaan tugas serta pembinaan kemampuan profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia

mengharuskan adanya lembaga pendidikan tinggi kepolisian yang menyelenggarakan pendidikan ilmu

kepolisian baik yang bersifat akademik maupun profesi dan pengkajian teknologi kepolisian.

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)

Ayat ini mengamanatkan agar setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai prajurit

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapat

mencerminkan kepribadian prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia seutuhnya, yaitu pejuang

prajurit dan prajurit pejuang yang menyatu dalam satu pribadi pejuang Pancasila yang berSumpah Prajurit

dan berSapta Marga sebagaimana terurai dalam kode etik prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Selain itu, karena perbedaan sifat tugasnya, yaitu untuk mengabdikan diri sebagai alat negara penegak

hukum, yang tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga negara secara

langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi, oleh karena itu setiap pejabat Kepolisian

Negara Republik Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin dalam

sikap dan perilakunya.

Etika profesi kepolisian tersebut dirumuskan dalam Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasetya yang dilandasi dan

dijiwai oleh Sapta Marga.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)

Mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berkaitan erat dengan hak serta

kewajiban warga negara dan masyarakat secara langsung serta diikat oleh kode etik profesi Kepolisian

Negara Republik Indonesia, maka dalam hal seorang pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

melaksanakan tugas dan wewenangnya dianggap melanggar etika profesi, ia harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Ayat ini dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepolisian, sedangkan terhadap pelanggaran hukum disiplin

dan hukum pidana diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)

Tanda pengenal dimaksud guna memberikan jaminan kepastian bagi masyarakat bahwa dirinya berhadapan

dengan petugas resmi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Hubungan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan pihak lain dimaksudkan untuk

kelancaran tugas kepolisian secara fungsional dengan tidak mencampuri urusan instansi masing-masing.

Khusus hubungan kerja sama dengan pemerintah daerah adalah dalam rangka menegakkan kewibawaan

penyelenggaraan pemerintahan di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (3)

Termasuk dalam pengertian kerja sama multilateral adalah, antara lain, International Criminal Police

Organization-Interpol dan Aseanapol.

Hubungan dan kerja sama luar negeri ini dikembangkan dengan mengutamakan kepentingan nasional.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan keadaan sangat mendesak dan terpaksa adalah keadaan tertentu yang ditandai oleh

adanya gangguan dan/atau patut diduga akan segera terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan

umum, sedangkan menurut perkiraan, kekuatan atau kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia

tidak mencukupi untuk menangani dan/atau mencegah terjadinya gangguan tersebut, termasuk pula adanya

kegiatan masyarakat atau pemerintah yang memerlukan pengerahan kekuatan Kepolisian Negara Republik

Indonesia agar kegiatan dimaksud dapat berlangsung dengan tertib dan aman.

Dalam pelaksanaan penggunaan unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia lainnya tanggung jawab

dan kewenangan operasional ada pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3710

Kutipan : MEDIA ELEKTRONIK SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar